"Woii, Ta! Ngelamun aja. Entar kesambet loh," ujar Naya sambil menyenggol bahu sahabatnya. Ia memiliki niat yang sungguh baik yaitu tidak ingin melihat sang sahabat yang tiba-tiba saja kerasukan akibat melamun terlalu lama. Jika sampai hal itu terjadi, maka orang pertama yang akan kerepotan adalah dirinya.
"Siapa yang ngelamun sih, Nay! Gue itu lagi baca novel, mumpung lagi jamkos nih," kesal Dita sambil membuka kembali halaman novel yang baru saja dibacanya tadi.
Saat ini guru-guru sedang mengadakan rapat di kantor yang membuat seluruh siswa bersorak gembira mengucapkan syukur. Hingga beginilah akhirnya, keadaan kelas menjadi tidak terkontrol. Banyak siswa-siswi yang membuat keributan, pergi ke kantin, mengadakan konser dadakan bahkan mabar bersama teman-temannya.
"Ta, udah dong baca novelnya. Gue gabut sendiri nih," rengek Naya dengan memegang lengan Dita dan tidak lupa untuk menggoyang-goyangkannya. Sungguh seperti anak kecil yang keinginannya tidak dituruti, maka ia akan merengek-rengek.
Dita menghentikan aktivitas membacanya. Tidak mungkin ia akan terus melanjutkan kalau lengannya saja digoyang-goyangkan oleh Naya begitu kuat. Ia pun beralih menatap ke arah sang sahabat yang tengah memperlihatkan cengiran khasnya yang begitu lebar.
"Oh ya, gak lama lagi kan kakak kelas mau ujian. Gimana kalau kita pergi liburan?" usul Naya dengan mata berbinar-binar.
"Liburan kemana?"
Naya meletakkan jari telunjuk di dagunya seperti seseorang yang sedang berpikir. Hingga beberapa detik kemudian ia menjentikkan jarinya pertanda telah mendapatkan sebuah ide.
"Gimana kalau ke villa keluarga gue aja. Pemandangannya bagus dan udaranya juga sejuk, gue yakin lo pasti suka," ujar Naya dengan begitu semangat.
Dita yang mendengarnya pun tersenyum, kemudian menganggukan kepala pertanda setuju. "Boleh, entar gue bilang dulu deh ke nyokap."
"Bilang aja sama Tante Rika kalau lo perginya sama gue, jadi aman." Lagi-lagi Dita hanya menganggukan kepalanya. Memang benar, Mamanya pasti akan memperbolehlan dirinya jika ia pergi bersama Naya. Sejauh ini sang Mama hanya percaya kepada Naya dan juga abangnya saja.
"Ta, lihat tugas sejarah lo dong!" seru seseorang tiba-tiba, membuat Dita dan Naya menolehkan kepalanya ke sumber suara.
"Gak ada, kerja sendiri dong!" ujar Naya sewot.
"Gue minta ke Dita kali, kenapa lo yang sewot!" jawab seseorang itu tak kalah sewot.
"Lo gak kerja tugas lagi, Ko?" tanya Dita kepada Riko. Yang ditanya pun langsung menampilkan senyuman lebar sambil menggeleng-gelengkan kepalanya. Dita yang melihatnya juga ikut menggelengkan kepala, lebih tepatnya gelengan heran.
"Lo kenapa sih selalu minta ke gue?" tanya Dita sambil memberikan buku tugas sejarahnya kepada Riko.
Kalau dipikir-pikir, di kelas ini masih ada orang yang jauh lebih pintar dari dirinya. Tara misalnya, cowok berkacamata yang selalu mendapatkan peringkat pertama di kelas. Bahkan guru-guru juga banyak yang mengenalnya dikarenakan prestasinya yang sungguh membanggakan.
Jangan lupakan Rere, yang juga tak kalah pintar dengan Tara. Nilai-nilai tugas dan ulangannya juga selalu bagus. Bahkan dia pernah ditunjuk sebagai perwakilan sekolah untuk mengikuti Olimpiade Fisika dan ia pun berhasil pulang dengan membawa kemenangan untuk sekolah.
Apa kabar dengan, Dita? Bisa dibilang Dita juga termasuk ke dalam golongan siswi yang memiliki otak encer. Namun, keenceran otaknya masih jauh bila harus bersanding dengan otak Tara dan Rere. Terkadang ia juga pernah mengikuti remidi bersama dengan teman-temannya, namun itu hanya sesekali saja.
Tapi, mau bagaimana pun Dita menjelaskan semuanya kepada Riko, itu tidak akan mempan dengan sifat keras kepalanya. Buktinya, sampai saat ini cowok itu masih saja meminta contekan kepada dirinya.
"Kebiasaan. Dari TK kan gue selalu minta-minta ke lo," ucap Riko menunjukkan cengirannya hingga terlihat deretan gigi-giginya yang putih. Mungkin bagi kebanyakan kaum hawa akan terpana jika melihat cengiran Riko saat ini, tapi itu menjadi pengecualian untuk Dita. Sejak dirinya masih menimba ilmu bersama Riko di TK, ia sudah sering melihatnya menunjukkan cengirannya itu. Bahkan ketika dulu Riko pernah menjahilinya hingga membuat dirinya menangis, bukan permintaan maaflah yang dia berikan, melainkan hanya sebuah cengiran lebar.