Miranda Advertising

qiararose
Chapter #3

Beginikah Hidup?

Sudah sebulan sejak aku dipehaka. Puluhan lamaran aku kirim, tapi belum ada jawaban. Ya, mana ada perusahaan yang mau menerima karyawan tanpa pengalaman kerja. Akibat kelakuanku tempo hari, perusahaan itu tidak mau memberi surat rekomendasi. Kalau dipikir-pikir aku cukup beruntung tidak dikenai pasal ganti rugi oleh perusahaan gara-gara kasus guci pecah. Untunglah teman-teman seperjuanganku mempunyai rasa solidaritas yang cukup tinggi. Dengan kompaknya mereka bersaksi bahwa menejer keuangan adalah tersangka utama atas pecahnya guci. Sedangkan aku hanya kebagian peran pembantu. Case closed. 

Uang pesangon yang semakin menipis ditandai dengan tidak adanya camilan di dalam loker. Bagiku yang bersemboyan, tiada hari tanpa mengunyah kecuali saat puasa, ini hal yang fatal. Tanpa camilan, aku tidak dapat berpikir apa pun. Padahal ada suatu hal penting yang harus dipikirkan. Mendapatkan pekerjaan!.

Sebenarnya aku bisa saja pulang ke rumah yang aman dan damai. Masalahnya Mama akan senang hati menikahkanku dengan Bima. Cowok ganteng dan anak Pak Lurah itu memang layak dijadikan suami, andai saja dia punya reputasi yang bagus. Namun, berhubung ia sudah punya gelar playboy tujuh turunan, aku harus mikir seribu kali untuk menikah dengan laki-laki bertubuh gempal itu. 

Hhh. Buat apa aku ngelantur memikirkan Bima yang nggak jelas itu. Lebih baik berpikir bagaimana cara agar aku bisa diterima kerja. Minimal dengan gaji seperti di kantor lama. Walaupun hanya cukup untuk makan dan bayar biaya kos bulanan.

Suara ringtone Mozart berbunyi dari ponsel Nokia 3315 ku. Saat kuangkat, suara cempreng Lani terdengar. Kalau temenku yang di Surabaya ini telpon, pasti ada hal penting yang mau dia bahas.

“Ra, lo lagi sibuk?”

“Enggak. Tumben lo telpon. Rumah tangga lo baik-baik, kan?”

Aku mendengar isu rumah tangga Lani sedang dilanda masalah.

“Nggak usah kuatirin gue. Gue baik-baik, di sini. Eh, gue denger lo dipehaka, ya?”

“Darimana lo tahu?”

“Gina.”

Ampun deh. Memang bener-bener ember tuh anak. Sudah dibilang, jangan ngomong siapa-siapa, apalagi Lani. Kalau tahu aku jadi pengangguran, dia pasti bakalan nyariin jodoh seperti yang sudah-sudah. Masalahnya selera Lani enggak banget. Kadang-kadang aku mikir, apa aku terlihat culun banget di mata orang, sehingga mereka sering menjodohkanku dengan mereka yang di luar ekspetasiku. Kecuali mamaku, tentunya.

“Kalau lo mau nyomblangin gue lagi. Tengkyu. Terima kasih banyak.”

“Curigaan banget sih. Gue mau cariin lo kerja.”

“Serius lo? Emang lo punya koneksi?”

“Ada.”

“Tapi, gue nggak punya surat rekomendasi.”

“Nggak masalah. Ini usaha sepupu gue.”

“Perusahaan apa?”

Lihat selengkapnya