Miris

Asmawati
Chapter #1

šŸ•Š Manneken Pis

Hamparan pemandangan Hutan berkarpet biru-keunguan, gedung-gedung bersejarah berarsitektur neoklasik nan indah, patung-patung bernilai seni tinggi, puluhan gelaran restoran halal, aneka macam pilihan coklat untuk dijadikan buah tangan, dan tentunya waffle - waffle beraneka rasa yang menggiurkan.Tampaknya BrusselsĀ¹ sangat mengerti cara memanjakan mata dan lidah para pelancong dari berbagai belahan dunia.

***

"Saat ini kita berada di Museum Manneken Pis. Patung 'anak kecil lelaki' ini, begitu tersohor dan sangat bernilai sejarah. Salah satu cerita sejarah patung ini, tentang seorang anak laki-laki bernama Julianske, biasa juga dipanggil Julien, yang telah menyelamatkan kota Brussels dari ledakan. Ia mengencingi mesiu yang diletakkan tentara musuh di kota Brussels. Sehingga ledakan pada saat itu dapat terelakan." Suara wanita pemandu Study Tour Mahasiswa President University, mencoba bersaing dengan suara kerumunan pelancong-pelancong dari berbagai negara.

"And then..., disini kita bisa melihat koleksi kostum sang Patriot kecil ini. Lebih dari 1000 kostum pernah dikenakan Manneken Pis. Salah satunya pakaian adat Lampung dari Indonesia, dikenakan untuk memperingati 60 tahun hubungan Bilateral Indonesia-Belgia. Ada juga jumpsuit berpayet ala Elvis Persley, kostum dracula, kostum serba orange, yang berhubungan dengan kampanye 'Orange the World', kampanye melawan kekerasan terhadap wanita." Sambung wanita ini lagi.

Pemandu Study Tour Mahasiswa President University jurusan HI (Hubungan Internasional) ini bernama Veronica. Ia bercerita dengan intonasi yang cukup tegas.

Terlihat Semi yang sedari awal memasuki Museum telah mencatat point-point penting apa saja yang dilihat dan didengarnya. Semi begitu serius mencatat di buku kecilnya, diantara teman-temannya yang hanya melotot dan mengangguk, mengelilingi Pemandu. Tampaknya teman-teman Semi lebih fokus memperhatikan saja. Barulah kemudian Mei mei sahabat Semi, berusaha mengcopy paste dengan mencatat juga. Sementara itu, terlihat Zonya yang sedang fokus dengan kameranya. Ia sedang berusaha memotret patung-patung tiruan Mannneken Pis dan Jaz. Lalu, ada Padli yang tengah fokus dengan hasil jepretannya.

Jaz adalah kekasih Semi. Pria tampan berkulit putih, bertubuh sedang dan berambut undercut ini, adalah pria yang begitu romantis dan perhatian.

Sambil memperhatikan Manneken Pis, Jaz terus memandangi wajah Semi dengan lembut. Terkadang ia tersenyum, menyiratkan jatuh cintanya yang berkali-kali kepada kekasihnya sendiri.

ā€œAaaaaggghhĀ Sem..., mengapa kamu selalu menawan? hati aku kan capek berdebar terus.ā€Ā Jaz bertutur sendirian.

Mei mei yang berdiri di samping Jaz, tidak sengaja mendengar ucapan Jaz, sontak ia memutarkanĀ kedua bola matanya 360Ā°, menahan luapan isi perut dan gembung di pipinya. Ia mual sekejap.Ā 

ā€œUuueeekghh..., ueekgghh..., uugghhh,ā€ reaksi Mei - mei yang tidak sengaja mendengar kata- kata Jaz, sambil menepuk-nepuk dada.

"Mei kamu kenapa? kebanyakan makan daun tuhh, lambungmu jadi melankolis." Sentil Jaz kepada temannya yang vegetarian itu.

Sementara itu....,

Zonya diam-diam masih saja memotret Jaz. Zonya tertegun, ujung jemari lentiknya menekan kamera, tatapan matanya melotot-meredup, biji matanya panas.

"Apa yang kamu pandangi Jaz, tidakkah berlebihan? huhhh..., kamu memang selalu berhasil mengubah suasana hatiku." Zonya berkata dalam hati, sambil tersenyum miris.

Kemudian kaki Zonya perlahan melangkah mundur, bermaksud ingin lebih menjauh dari rombongan. Namun, kakinya tidak sengaja menginjak kaki Padli yang tengah memotret juga. Tubuh Zonya terkejut dan seketika menjadi condong ke belakang, lalu jatuh terduduk miring di lantai, kamera yang di genggamnya pun terhempas.

"Geduubrakk....,"

Semua mata tertuju pada Zonya. Buru-buru Zonya memperbaiki posisi jatuhnya di lantai, agar tampak tak begitu memalukan.

ā€œAaaauuuwww..., adduuhh." Zonya sedikit meringis.

"Hei! matamu gak lihat kakiku melangkah ke belakang?" bentak Zonya. Wajahnya seketika merah padam, setelah melihat pelaku yang menyebabkan dia jatuh yaitu Padli.

"Yang diinjak kakiku!" tegas Padli, sambil menunjuk kakinya.

"Yang jatuh aku!" balas Zonya sambil menunjuk wajahnya sendiri.

Tampak Padli sedikit emosional karena disalahkan oleh Zonya. Dia menggigit bibirnya menahan geram.

"Heh, memangnya kakimu itu lukisan ekspresionisme, yang mesti aku perhatiin?" tukas Padli tidak mau kalah melawan Zonya.

"Ya! kenapa? lihat nihhh sudut-sudut tulang kakiku, kayak lukisan!" jawab Zonya sambil mengangkat kakinya walau agak sakit.

"Sudut-sudut tulang, dengkulmu!" ucap Padli

"Otakmu di dengkul!" balas Zonya lagi.

Namun seketika pandangan Zonya berfokus pada kamera yang di pegang Padli.

Lihat selengkapnya