Semua Politisi itu sama.
Mereka berjanji untuk meningkatkan kesejahteraan Nelayan, meski di sana tidak ada Lautan.
Kurang lebih begitulah kesimpulan pandangan dari kaum non borjuis terhadap para Politisi di Negeri ini. Pandangan seperti ini bukanlah tanpa alasan, melainkan karena beribu alasan. Pandangan bukanlah tentang benar ataupun salah, melainkan adalah benar untuk setiap hal yang mereka lihat, rasakan, dan yang mereka yakini.
Banyaknya angka pengangguran, biaya pendidikan semakin meroket, harga komoditi melonjak, koruptor di hukum ringan, dan deretan alasan lainnya.
Namun tetap saja, menjadi Politisi masih menjadi sebuah daya tarik setiap umat yang masih memiliki sedikit jiwa nasionalis. Dan sudah menjadi kebiasaan umum, seorang yang awalnya cukup idealis berubah menjadi seonggok daging yang hanya berdiri di topang dengan otak dan tekad yang rapuh, apabila tertampar oleh kenyataan Politik.
Hingga saat ini, ada salah satu jabatan yang masih begitu didamba oleh Politisi, yaitu Wakil Presiden. Dan Papa Jaz adalah seorang Politisi itu. Ia pun diusung Partainya untuk maju sebagai Calon Wakil Presiden di tahun ini.
***
Di sebuah rumah mewah nan megah, berdesain interior klasik modern, fasad berdiri congkak dengan pilar yang begitu besar, foyer yang begitu luas, lantai marmer berwarna coklat muda yang hangat, lampu gantung kristal, sofa kulit, dan beberapa lukisan klasik terpaku di dinding.
Tampak Papa dan Mama Jaz beserta 3 orang asistennya tengah bersiap-siap di ruang tengah keluarga. Papa Jaz memilih sebuah dasi bermotif garis miring berwarna merah terang, dan jas berwarna hitam. Terlihat mulut Papa Jaz sedikit komat kamit karena sedang mengulang-ulang naskah pidato kampanyenya. Ia tidak mau nantinya ada kesalahan baca pada saat berpidato nanti.
"Lidahku selalu terbelit pada kalimat-kalimat ini." Ucap Papa Jaz, sambil menunjuk lembaran naskah pidato kampanyenya.
Sementara itu, gincu merah terang di poles ke permukaan bibir wanita berusia hampir kepala lima. Perona pipi berwarna bak buah delima, urat wajahnya sedikit menonjol, rahangnya terlihat tegas menggambarkan sikap ambisiusnya. Sesekali pandangan Mama Jaz menuju ke langit luar jendela.
"Cuaca yang cerah, waktu yang sangat tepat untuk membakar semangat simpatisan untuk semakin menggebu-gebu." Kata Mama Jaz sambil tersenyum tipis.