Mirror

Lolita Alvianti susintaningrum
Chapter #3

DUA

Hari ini Citra tidak melihat gunungan pakaian kotor seperti biasanya. Sementara itu Ibu Citra duduk di kursi ruang tengah sambil menonton TV dengan santainya bersama Amel. Apakah hari ini tidak ada yang menggunakan jasa ibunya atau beliau memang sedang libur mencuci?

"Cucian lagi sepi ya, Bu?" tanya Citra.

Ibu Citra menoleh lalu menjawab. "Bukan sepi, Ibu udah nggak nyuci lagi."

Citra cukup terkejut dengan jawaban ibunya. "Kenapa?"

"Soalnya Ibu dapat pekerjaan baru. Lumayan, gajinya cukup buat makan dan biaya sekolah kalian," kata Ibu Citra dengan senyum lebar. "Jadi, kamu nggak usah bantu ibu nyuci atau nyeterika lagi."

Senyum Citra mengembang. Dia senang sekali mendengarnya. Dalam hati ia mengucap syukur atas jalan yang diberikan Tuhan pada keluarganya. "Alhamdulillah. Ibu kerja di mana?"

"Ibu kerja di salon," jawab Ibu Citra. "Makan gih. Lauknya di lemari tuh."

"Iya, Bu."

Citra melangkah ke dapur dengan senyum tersungging di bibirnya. Ia amat bersyukur karena ibunya telah mendapatkan pekerjaan yang lebih baik dari sebelumnya. Citra berharap pekerjaan ibunya tetap lancar.

***

Pukul 23.00

Diciumnya kening Amel yang tengah tertidur pulas. Dipandangi wajah anaknya yang sedang terlelap dalam kedamaian itu. Wajah itu begitu cantik dan polos seperti malaikat. Hati Kasih miris melihat anaknya. Selama beberapa hari ini, dia telah memberi makan kedua anaknya yang tak berdosa dengan uang haram. Andai Kasih punya pilihan ia takkan pernah mau melakoni pekerjaan kotor ini. Namun untuk memberikan penghidupan bagi kedua anaknya dengan uang halal terasa sulit.

Kasih berpaling dari Amel dan mematut diri di depan cermin untuk memulas make up. Wajah polos keibuan yang teduh brubah menjadi wajah molek nan menggoda dalam beberapa menit. Dress mini berwarna merah marun membalut tubuhnya. Diam-diam ia bersyukur dengan bentuk badan yang tidak banyak berubah walau sudah memiliki dua anak. Setelah rapi Kasih menyambar tas berwarna perak dan berangkat kerja. 

Salon yang diceritakan kasih pada Citra hanyalah fiktif belaka. Itu adalah kebohongan yang dibuat tampak masuk akal untuk mengelabui kedua anaknya. Tidak mungkin ia memberitahu Citra dan Amel bahwa ia bekerja di bar, menghibur manusia-manusia laknat yang bersenang-senang dan memikirkan kenikmatan dunia. Memuaskan nafsu laki-laki hidung belang dan menebar pesona senyum palsu demi mendapatkan rupiah. Demi anak-anaknya.

***

Dari jendela kamarnya, Citra memandangi ibunya menjauh dari rumah. Walau tidak mengutarakannya secara langsung, Citra tidak mengerti pekerjaan ibunya. Aneh sekali ibunya mengatakan bekerja di salon mulai dari pukul sebelas malam hingga pukul empat pagi. Adakah orang yang pergi ke salon selarut itu? Lagipula, setahu Citra tak ada salon yang melayani pelanggan selama 24 jam nonstop.

Lihat selengkapnya