"Dengar-dengar anak baru itu mulai masuk Senin depan."
"Senin depan? Yah, kirain hari ini."
"Dia dari sekolah mana sih?"
"Aku kurang tahu sih dia dari sekolah mana. Tapi yang jelas dia pindahan dari Jakarta. Dan katanya ganteng," ucap si informan sambil tersenyum mengkhayal.
"Masa sih ganteng? Aku jadi makin penasaran. Mana masih lama masuknya."
Citra melenggang masuk kelas tanpa menoleh atau menghiraukan sedikitpun obrolan kasak-kusuk anak-anak perempuan di kelasnya yang sedang berkumpul di sudut bagian belakang kelas. Sejak seminggu terakhir, topik tentang anak baru yang akan pindah di sekolah mereka santer sekali terdengar. Kepindahan anak baru di sekolahnya bukan yang pertama kali. Bahkan selain si anak baru dari Jakarta yang sedang mereka bicarakan, ada satu anak lagi yang akan menjadi murid baru di sekolah ini.
Ada yang bilang, si anak baru dari Jakarta ini tajir melintir dan tampan. Ayahnya seorang direktur sebuah perusahaan besar di Jakarta. Walau tidak terlalu peduli, tapi Citra penasaran juga. Kenapa anak itu dipindah sekolah di kampung, padahal di Jakarta ada banyak sekolah yang bisa ia masuki. Tapi penasaran itu langsung terjawab oleh gosip yang terus mengalir dari teman-eman sekelasnya, bahwa anak itu dipindah sekolah di kampung karena ia bandel. Selama sekolah SMP saja ia sudah lima kali pindah sekolah. Dan sekolah Citra akan menjadi SMA ketiga anak itu setelah dua kali pindah sekolah karena di drop out. Luar biasa.
"Citra, ikut aku yuk!" ajak Wendy begitu Citra meletakkan tasnya.
"Ke kantin? Malas ah, aku udah sarapan."
"Bukan. Aku mau tunjukkin taman sekolah kita sekarang. Kamu belum pernah lihat kan?" Wendy tampak begitu bersemangat.
Taman sekolah pernah menjadi tempat nongkrong favorit Citra di sekolah. Sebelum badai besar menimpa keluarganya dan membuatnya harus menerima tatapan sinis dari orang-orang yang juga nongkrong di sana. Tanpa menunggu jawaban, Wendy langsung menggeret tangan Citra dan melangkah cepat ke arah taman, memaksanya mengikuti Wendy dengan malas. Tapi begitu sampai, Citra dibuat terperangah oleh pemandangan taman sekolahnya yang membuatnya pangling. Sangat berbeda dari saat terakhir kali Citra melihatnya.
Dulu, taman sekolah Citra hanya berupa tanah berumput dengan pepohonan rindang di sisi-sisinya serta dua buah bangku besi panjang yang sudah karatan. Lebih tepat disebut lapangan berumput daripada taman sekolah. Tapi kini, taman sekolah itu benar-benar tampak cantik dan layak disebut taman. Ada banyak ornamen yang mempercantik taman itu. Seperti kolam ikan dengan air mancur dan jembatan kayu mini, titian jalan setapak dengan bebatuan di pinggirannya, dan beberapa macam tanaman hias baik yang berbunga maupun yang tidak berbunga. Bangku taman besi panjang yang sudah karatan di beberapa bagiannya pun sudah diganti yang baru dan ditambah jumlahnya.
Pemandangan taman itu membuat Citra terpana. Kalau taman sekolahnya secantik ini, Citra pasti akan betah nongkrong di tempat ini seharian.
"Bagus kan?"
Pertanyaan Wendy membuyarkan kekaguman Citra akan taman sekolahnya yang indah. "Bagus banget!" Tampaknya Citra terlalu lama berdiam di dalam kelas hingga tidak mengetahui perubahan pada sekolahnya. Ia bahkan tidak tahu kapan taman sekolahnya mulai dipercantik.
"Katanya yang membiayai perbaikan taman ini orang tuanya Nico," Wendy memberitahu.