MIRROR

Ratih Abeey
Chapter #2

1. Ulang Tahun Ghea

Regina Abighea, atau biasa dipanggil Ghea, membuka sedikit matanya yang terpejam sudah delapan jam lamanya. Ia kemudian bangun dari posisi tidurnya menjadi duduk ditepi ranjang, membiarkan kedua kakinya secara bersamaan melambai ke bawah.

Kepalanya pusing. Ia sedikit memijat rasa sakit itu sampai akhirnya ia melirik kaca jendela kamarnya. Rambutnya yang panjang sedikit kemerahan, terpapar sinar matahari pagi yang masuk melalui jendela. Ia kembali beralih melirik nakas di samping ranjang, mengambil sesuatu dari sana. Sebuah kalender.

Ada angka yang dilingkari merah di bulan Agustus. Ghea tidak sabar menunggu hari itu tiba. Pasti teman-temannya akan memberikan kado dan mengucapkan selamat ulang tahun padanya, di sekolah nanti.

Hari ini hari minggu tanggal 20 Agustus. Itu artinya, hanya tersisa tujuh hari lagi untuk menggenapkan usianya menjadi 16 tahun.

Tapi Ghea ingat sesuatu.

10 tahun yang lalu ....

“Selamat ulang tahun, kami ucapkan ....”

“Selamat panjang umur, kita kan do'akan....”

“Selamat sejahtera, sehat, sentosa....”

“Selamat panjang umur dan bahagia....”

“Ayo tiup lilinnya Vero!”

Anak gadis bernama Vero itu hendak meniup lilinnya dengan wajah ceria. Namun, seketika mengurungkan niatnya ketika melihat salah satu anak gadis yang tidak menikmati acara spesialnya. Ghea kecil menatap nanar kue ulang tahun dan beberapa bungkus kado untuk Vero. Ia nampak senang sekaligus sedih karena tidak bisa seperti Vero ketika berulang tahun. Vero melirik wajah Mamanya sebentar.

“Mama, boleh Vero ajak Ghea untuk tiup lilin? Ghea tidak pernah melakukan itu sejak dia lahir.”

Mama Vero tersenyum tipis sambil mengelus puncak kepala putrinya dan mengangguk pelan. Vero tersenyum antusias, kemudian Vero menghampiri Ghea yang cukup jauh dari kerumunan orang-orang.

Arah pandangan semua orang kini mengikuti kemana anak gadis bergaun merah muda itu melangkah pergi.

“Ghea,” panggil Vero.

Ghea menyodorkan sekotak kado yang nampak sederhana karena ia belum bisa membungkusnya dengan benar.

“Terimakasih. Tapi Vero tidak bisa menerimanya Ghea. Vero tidak mau menyakiti hati Ghea dengan menerima kado ini.”

“Ghea tidak apa-apa Vero. Ghea juga ikut seneng kalau Vero seneng.”

Vero memegang pergelangan tangan Ghea, “Kalau begitu Ghea ikut sama Vero untuk tiup lilin!” ajaknya.

“Tapi ulang tahun Ghea masih lama.”

“Apa bedanya sekarang dan nanti. Kita lahir di bulan yang sama bukan? Ayo!”

Vero menarik Ghea mendekat pada kue ulang tahun dan juga keluarga Vero. Keluarga Vero tersenyum tipis menyambut mereka berdua.

“Ini serius Ghea boleh ikut tiup lilinnya?” Ghea menatap wajah orang tua Vero merasa tidak enak.

“Boleh sayang, kami sudah menganggap kamu seperti anak kami juga.”

Semuanya kembali merayakan ulang tahun dan bernyanyi. Vero dan Ghea juga meniup lilin itu bersamaan. Ghea nampak bahagia sekali. Lain halnya ketika tepat di hari ulang tahun Ghea. Ghea nampak murung sekali karena tidak ada yang mengucapkan sesuatu untuknya. Bahkan orang tuanya saja selalu lupa hari Ghea berulang tahun.

“Ayah, hari ini Ghea ulang tahun. Ayah tidak memberi Ghea kado?”

Ghea kecil mendekati Ayahnya yang sedang duduk di kursi ruang tengah. Dengan wajah cuek Ayah Ghea sama sekali tak menghiraukan suara rengek Ghea di sampingnya. Mata pria itu hanya fokus pada koran lusuh.

“Wati!” Teriak Ayah Ghea memanggil istrinya. “Bawa anak mu pergi!” suruh lelaki itu saat Mama Ghea datang dari arah dapur.

Lihat selengkapnya