MIRROR

Ratih Abeey
Chapter #5

4. Larangan Ayah


“Ghea, gue kasih tahu elo, ya. Regan itu cowok biang onar, rese, nyebelin, tukang rusuh, buronan guru BP dan dia itu si playboy yang sok ke-cakepan.

“Kenapa tadi pagi gua nawarin lo duduk sama gue, Ghea. karena Regan itu usilnya tingkat parah. Dia udah bikin dua murid CAKRAWALA mengundurkan diri dari sekolah. Gue aja nggak habis pikir kenapa dia se-ngeselin itu di kelas.”

"___"

“Ghea, percaya deh sama gue. Hidup lo gak akan tenang kalo deket-deket sama dia.”

Ghea hanya diam saja ketika Arin menceramahi-nya soal Regan.

Ya, setelah dua bulan Arin mengenal dan sekelas dengan Regan, Arin jadi tahu tabiat asli cowok itu seperti apa di sekolah. Selain sering bersikap usil, ternyata Regan itu hobi bolos di kelas. Dan bahkan cowok itu juga dikenal playboy oleh seluruh penghuni CAKRAWALA. Termasuk siswi-siswinya.

“Arin. Gue gak tahu ya kenapa lo sebenci ini sama Regan. Tapi asal lo tahu, Regan itu cowok yang baik kok sama gue.”

“Hanya ada dua kemungkinan Regan baik. Pasti dia mau manfaatin lo atau nggak, dia mau jadiin lo korban selanjutnya. Dia itu cowok playboy Ghea. Dia bakalan jadiin lo selingkuhan-nya. Dan lo bisa aja jadi amukan pacar-pacarnya yang lain.” Mata Arin menyipit. “Termasuk Gwen.”

Ya, Regan memang pernah memacari lima gadis sekaligus dalam dua bulan terakhir ini dan salah satunya adalah seorang senior cantik dari kelas IPA. Namanya Gwen.

“Gwen itu senior kita. Cewek yang possessive banget kalau tahu cowoknya deket sama cewek lain.”

Gwen adalah senior kelas dua belas yang terkenal karena dulunya semasa MOS, ia pernah berani melawan seniornya yang menyuruhnya untuk jalan bebek di tengah siang hari buta. Waktu itu, Gwen berani menjambak senior cewek yang mengomelinya karena tidak mau melakukan jalan bebek pada saat matahari seperti berada di atas kepala. Alasannya karena Gwen takut panas dan takut kulit mulusnya jadi gelap. Itu sebabnya Gwen sekarang terkenal karena sikapnya yang arogan dan juga sikap superioritas. Gwen juga mempunyai sekumpulan cewek yang ia anggap sebagai anggota geng-nya.

“Jadi, Ghea... Lo harus hati-hati kalau berurusan sama Regan. Gue gak mau lo kenapa-napa.”

Ghea tertawa, “Arin... Lo terlalu mikir kejauhan. Emangnya siapa juga yang mau pacaran sama dia. Kenal aja baru sekarang.”

“Tapi pokonya, lo. Harus. Hati-hati. Dan tetap waspada,” ada ekspresi horor di wajah Arin. Ghea jadi berpikir kalau Regan itu salah satu keluarga Agra si Vampir itu. Tapi sama sekali gak cocok. Vampir tidak ada yang petikilan.

“Lo kok bisa tahu banyak tentang Regan?” Pertanyaan Ghea langsung membuat pipi Arin merah.

“Itu karena... Karena gue pernah satu sekolah sama dia. Jadi gue tahu banyak.”

“Oh....”

Suara klakson sebuah motor sport berhenti di samping Ghea yang berjalan beriringan bersama dengan Arin menuju gerbang. Setelah sang pengemudi membuka helm full face-nya di atas motor, Ghea langsung bisa mengenali kalau pengemudi itu adalah Regan.

Sontak saja Arin mendengus kasar, “Panjang umur dia,” cibirnya. Sambil berdecak membuang wajah ke samping.

“Gina, mau pulang bareng gue nggak?”

“Nama panggilan gue Ghea, lo lupa ya?” Ghea mengoreksi.

“Gue mau-nya manggil lo Gina. Gak pa-pa-kan?”

“Caper pasti,” cibir Arin setengah berbisik.

“Jadi gimana, mau pulang bareng gue?”

Ghea tersenyum dengan wajah manis. Lalu gadis itu menggeleng. “Nggak deh, Gan. Kapan-kapan aja ya.”

“Tapi kan kaki lo lagi sakit. Sini gue anterin aja rumah lo di mana?”

“Dasar modus!” dengus Arin lagi.

“Nggak usah, Gan. Gue gak pa-pa kok kaki gue juga udah mendingan.”

Bukan karena ceramahnya Arin yang bilang kalau Regan itu cowok yang Badboy plus Playboy, tapi Ghea ingat pesan Ayahnya. Ghea tidak boleh berdekatan dan berteman dengan yang namanya cowok. Itu sebabnya Ghea menolak. Karena kalau Ghea ketahuan pulang ke rumah diantar Regan, Ghea bisa-bisa diamuk Ayah habis-habisan nantinya.

“Yahh... Padahal gue maunya lo nggak ngucapin penolakan.”

“Yaelah, lo nggak denger Ghea ngomong apa?” Arin berkata dengan nada sinis. “Dia bilang, nggak ya nggak. Gak usah maksa dong jadi cowok!”

“Rin, sirik, ya lu gara-gara gak gue ajakin. Sini deh duduk bareng. Muat kok buat boncengan kek cabe-cabean.” Regan menepuk body depan motornya, sehingga langsung mendapat pelototan dari Arin.

“Lo kira gue bocah!”

Regan tergelak.

“Daripada gue pulang naik motor bareng lu, mendingan gue jalan kaki 'lah.”

“Um sok jual mahal lo. Sama lo mah jual rugi, Rin harusnya.”

"Bodo.”

Arin melengos pergi dan meninggalkan Ghea di sana. Regan kembali ke wajah Ghea secepat kilat.

“Gi, ayo!”

“Sori ya, Gan. Gue bukannya nolak tawaran lo. Tapi, gue mau dijemput bokap.”

“Oh... Bilang dong dari tadi kalau mau dijemput.”

“Tapi lain kali kalau gue ngajak lagi gak boleh nolak ya.”

Ghea hanya mengukir senyuman.

Sejauh ini ia bisa mengenali sikap Regan. Seperti kata Arin, Regan itu cowok yang selalu cari gara-gara di sekolah. Bahkan tadi, tidak hanya sekali dua kali dia dimarahi guru saat sedang belajar di kelas.

Ghea melanjutkan langkahnya keluar gerbang. Alih-alih dijemput, dia justru berjalan sendirian. Tentu saja, mana mungkin Ayahnya akan berlaku acuh padanya. Selama dia hidup, bahkan belum pernah mendengar Ayahnya mengucapkan selamat tidur seperti kebanyakan ayah. Dan lagipula, ayah Ghea tidak suka dengan Ghea. Atau mungkin membencinya. Tapi Ghea heran, kenapa harus membenci anak darah daging sendiri. Ghea semakin tidak paham saja.

Keluarga Ghea sedang makan malam sekarang. Seperti biasanya, Ayah hanya akan makan ketika sudah membaca koran-nya. Koran yang dari dulu masih tetap sama dan sudah lusuh sekali. Ghea mengernyit saat kembali melihat wajah Ayahnya sedang bengong. Ghea jadi penasaran, berita apa yang sebenarnya selalu Ayah lihat setiap hari. Tapi Ghea tidak berani bertanya atau mencari tahu sendiri. Karena terakhir kali Ghea melakukan kedua hal tersebut. Ghea langsung kena amukan Ayah yang super menakutkan. Jadi, lebih baik Ghea diam dengan sejuta rasa penasaran yang dipendam.

Tidak lama kemudian, Ayah menyimpan koran itu di samping piringnya dengan posisi dibalik. Ayah memang sengaja menyembunyikan semuanya dari Ghea. Mama yang sudah hafal kebiasaan Ayah, langsung menuangkan nasi dan beberapa lauknya keatas piring Ayah. Pria itu kemudian makan dengan tenang.

“G, gimana hari pertama kamu di sekolah baru?” ujar Wati Mamanya Ghea.

“Ya, gitu. Murid-muridnya baik-baik kok Ma. Ghea juga udah punya beberapa temen deket.”

Wira berdeham. “Ingat pesan Ayah. Jangan dekat ataupun berteman dengan anak laki-laki.”

Uhuk! Uhuk!

Ghea sontak terbatuk saat mendengar ucapan Wira. Ghea melirik mata Wira yang memiliki tatapan menyeramkan, sampai-sampai Ghea harus menelan ludahnya sendiri karena mati ketakutan. Ghea jadi ragu sekarang. Haruskah Ghea katakan pada Ayah bahwa Ghea sangat berteman baik dengan Regan dan juga Sammy?

Lihat selengkapnya