Penat, lelah, letih, semua bercampur aduk di penghujung sore menuju malam itu. Setelah dikejutkan dengan banyaknya notifikasi yang masuk. Aku sejatinya juga belum mengecek secara rinci tentang komen dan respon yang terjadi setelah mengunggah video tempo hari ke sosial media.
Sesampainya di rumah, aku dengan sigap menyiapkan makan malam untuk kami berdua. Kebetulan sebelum pulang tadi, aku menyempatkan diri untuk membeli sate madura untuk hidangan makan malamku bersama ibuku malam ini. Ibuku yang juga baru keluar dari kamarnya sejurus kemudian menghampiriku di meja makan kecil kami.
"Beli apa kamu malam ini, neuk?" sambut ibuku membuka obrolan.
"Ini ada sate madura, mi. Mimi belom pernah rasa sate madura kan?"
"Iya nak, belum. Beda gak kira-kira rasanya sama sate matang yang ada di Aceh?"
"Ya beda mi, dari segi bumbu saja sudah beda, gak mungkin lah sama"
Sudah menjadi kebiasaan kami berdua, setiap ada makanan baru yang belum pernah dicicipi oleh ibuku, kami selalu berdiskusi mengenai makanan tersebut dan kerap membandingkannya dengan makanan yang serupa yang pernah kami coba di kampung halaman. Suasana makan malam itu pun berlanjut dengan pembahasan persiapan pernikahanku dengan Safiya. Rencananya besok, ibu ku akan kembali pulang ke Aceh guna mempersiapkan segala sesuatunya untuk acara pernikahan kami.
Keesokan harinya, setelah mengantar ibuku ke bandara, aku pun bergegas kembali ke kantor guna melaksanakan rutinitas dan memenuhi kewajiban yang ada di kantor. Namun tak disangka-sangka, sesampainya di kantor aku dikejutkan kembali dengan notifikasi sosial media yang kian lama kian bertambah sesak. Sedari awal kemarin, aku belum sempat membaca lebih dalam respon-respon yang sudah ditinggalkan oleh netizen di beranda sosial mediaku.
Dalam sekejap mata memandang, pada baris awal-awal komentar yang disuguhkan, mataku masih merespon dengan kesan biasa saja. Banyak diantara mereka yang tersentuh dengan cerita yang ku unggah tersebut. Tak sedikit dari mereka yang juga kerap mendoakan dan memberi semacam sedikit support bahwa agar aku bisa segera bertemu dengan Adik perempuanku satu-satunya itu.
Dari sekian banyak komentar yang telah ku baca, sekonyong-konyong aku terhentak, mataku terhenti pada satu komentar yang cukup membuat hatiku tertegun. Pelan ku coba membaca komentar yang disematkan oleh salah seorang netizen yang sejurus kemudian membuat mataku tak berhenti berkedip. Dalam komentar tersebut ia mengatakan bahwa ia seperti mengenali wajah seorang anak kecil yang ada di foto yang ikut ku sertakan dalam konten tersebut.
Ya, pada konten video cerita kronologi hilangnya adikku itu, sejatinya aku turut menyematkan foto wajah terakhir adikku yang kala itu masih berusia 5 tahun. Jadi dalam hal ini, aku ingin menguji apakah kecanggihan teknologi benar-benar bisa berfungsi dengan baik yaitu dengan menggali informasi dari kilas balik dan rekam jejak wajah seseorang yang setiap hari bergonta-ganti mengunggah foto mereka di platform sosial media.