Langit jingga memenuhi luasnya langit bandara Sultan Iskandar muda. Terpantau salah satu armada pesawat sedang bersiap mengambil posisi Take Off hendak meninggalkan lapangan udara. Dibelakan dan disampingnya berjajar pesawat-pesawat lain yang sedang mengantri bersiap mengambil giliran.
Pada momen itu, terlihat seorang gadis cantik terduduk termenung sendirian di ruang tunggu sebelum masuk ruang Boarding Pass. Ia sepertinya kelihatan gelisah, seperti menunggu seseorang yang tak pasti akan datang. Dan perempuan itu tak lain dan tak bukan adalah Safiya. Setelah menemuiku kemarin di tanggul tepian pantai itu dalam keadaan kecewa yang bukan kepalang. Hari ini ia berencana kembali ke Jakarta, meninggalkan seluruhnya, seluruh kenangan yang telah ia pupuk bersamaku. Ia rela melepaskan semua tanpa ada penjelasan yang jelas dariku pada hari itu.
Namun ternyata kekecewaannya itu belum lah usai hanya sampai disitu. Pada akhirnya aku memberanikan diri berhadapan dengannya sekaligus membawa ibu dan seluruh keluargaku. Aku telah menceritakan seluruh detail yang sebenarnya kepada Ibuku, Ayahku dan seluruh keluarga kami. Maka tibalah sekarang saatnya aku memberitahu Safiya tentang apa yang sebenarnya terjadi hingga aku menghilang dari hadapanya sebulan sebelum pesta pernikahan kami dilaksanakan.
Sesaat setelah berada di hadapanya, aku langsung membuka kata dengan penuh kejujuran dan rasa bersalah.
"Safiya, maafkan mas Hafiz. Disini mas Hafiz benar-benar mau meminta maaf,"
Safiya masih berdiam diri tanpa berkata satu patah katapun. Ia hanya mendengar dengan seksama seraya memalingkan wajahnya ke arah yang lain.
"Alasan mas Hafiz menghilang satu bulan sebelum acara pernikahan kita adalah karena,..." nada bicaraku terhenti.