“Saya tidak bisa pastikan, pak. Sebaiknya cek ke dokter kandungan langsung,”
Aku terbangun saat mendengar suara-suara disekitarku. Aku perlahan membuka mata dan menemukan seorang Wanita yang menggunakan jas dokter, sedang duduk di sampingku. Melihatku bangun, dia kemudian membantuku duduk.
“Bagaimana perasaan ibu sekarang?” Tanya Wanita itu.
“Hanya pusing saja.” Ujarku lemah dan sedikit tersenyum.
“Terimakasih, Riana. Bisa kalian tinggalkan saya dan istri saya?” Ujar sebuah suara berat yang berada di belakangku.
Aku berbalik dan mendongak menatap orang yang sangat aku rindukan. Dia menyadari tatapanku dan duduk di sampingku tepat semua karyawannya meninggalkan kami berdua di ruangan ini.
“Sepertinya kamu hamil.” Ujarnya tidak mau menatapku.
“Hamil?” Gumamku pada diri sendiri. Pantas saja akhir-akhir ini aku sering merasa mual dan lemas. Ternyata ada keajaiban yang sedang terjadi di dalam tubuhku. Aku mengelus perutku dengan perasaan bahagia.
Senyumku memudar saat melihat Cassian terdiam dengan ekspresi tegang. “Kayaknya hanya aku yang bahagia saat ini.” Ujarku kecewa saat melihat reaksi Cassian.
“Aku paham kalau kamu tidak menginginkan ini. Tapi tenang aja, aku gak akan nyusahin kamu.” Ujarku sambil berusaha berdiri.
“Mau kemana?” Tanyanya.
“Ke klinik. Mau cek kondisi anakku.” Ujarku dingin. Aku berjalan menuju pintu dan berbalik sedikit menghadapnya. “Ohiya, sebaiknya kak Ian pulang nanti. Kontrak pernikahan kita perlu diperbarui.”
Aku meninggalkannya dengan perasaan kecewa yang mendalam. Tapi aku paham kalau aku yang memulai semua ini. Ini risiko yang harus aku hadapi.
~~~
Aku duduk tidak tenang di ruang keluarga rumah kami. Mataku sedari tadi tidak berhenti menatap jam dinding. Aku khawatir kalau malam ini Cassian tidak pulang lagi.
Aku mengelus lembut perutku untuk menenangkan diri. Sepulang dari Rinaldi Corp., aku menyempatkan diri untuk mengunjungi sebuah klinik untuk memastikan apakah benar aku hamil atau tidak. Dan jawaban dari dokter membuatku sangat bahagia. Aku tengah hamil dan usianya sudah empat minggu.
Aku menghentikan kegiatanku saat mendengar deru mesin mobil Cassian. Seperti biasa, aku berjalan menuju pintu untuk menyambutnya.
Aku menyalami tangan Cassian, merasakan kebahagian memenuhi hatiku saat tangan kami bersatu. Aku sangat merindukan momen ini. Aku mendongak tanpa melepaskan genggaman tanganku. Mata kami bertemu, dan sejenak, waktu terasa berhenti. Aku bisa melihat kelelahan di matanya. Dan kelembutan? Aku tidak salah lihat kan?
Cassian memutuskan pandangan dan melepaskan pegangan tanganku. “Aku mau mandi setelah itu kita bicara di ruang kerjaku.”