Aveline duduk tidak tenang di ruang keluarga rumah mereka. Matanya sedari tadi tidak berhenti menatap jam dinding. Dia begitu khawatir kalau malam ini Cassian tidak pulang lagi.
Aveline mengelus lembut perutnya untuk menenangkan diri. Sepulang dari Rinaldi Corp., dia menyempatkan diri untuk mengunjungi sebuah klinik untuk memastikan apakah benar dia hamil atau tidak. Dan jawaban dari dokter membuatnya sangat bahagia. Dia tengah hamil dan usianya sudah empat minggu.
Aveline menghentikan kegiatannya saat mendengar deru mesin mobil Cassian. Seperti biasa, dia berjalan menuju pintu untuk menyambutnya.
Aveline menyalami tangan Cassian, merasakan kebahagian memenuhi hatinya saat tangan mereka bersatu. Aveline sangat merindukan momen ini. Dia mendongak tanpa melepaskan genggaman tangannya. Mata mereka bertemu, dan sejenak, waktu terasa berhenti. Aveline bisa melihat kelelahan di mata suaminya. Dan kelembutan? Dia tidak salah lihat kan?
Cassian memutuskan pandangan dan melepaskan pegangan tangan Aveline. “Aku mau mandi setelah itu kita bicara di ruang kerjaku.”
Aveline menatap Cassian yang berlalu. Sambil menghela napas, dia mengambil surat dari rumah sakit yang menyatakan bahwa dirinya sedang hamil dan sebuah kontrak pernikahan. Kontrak kedua yang sudah dibuatnya setelah dari klinik.
Aveline menunggu Cassian di ruang kerjanya seperti yang dimintanya tadi sembari bermain ponsel. Dia berencana memberitahukan kabar bahagia ini kepada keluarga mereka dengan cara mengirimkan mereka semua foto usg dari janinnya. Tak ada balasan dari mereka. Mungkin karena mereka sedang beristirahat.
Cklekk..
Aveline menoleh begitu mendengar pintu terbuka menampilkan Cassian yang tampak segar dan tampan dengan kaos rumahannya. Masih dengan wajah datarnya, dia duduk di meja kerjanya membuat Aveline ikut berdiri dan menghampirinya.
“Aku rasa kita gak perlu memperbarui kontrak.” Ujarnya dengan tenang saat Aveline telah duduk dihadapannya.
“Hah?” Ujar Aveline terperangah. Dia harus memastikan kembali apa yang dikatakan oleh Cassian.
“Pernikahan kita hanya untuk satu tahun. Dan itu berakhir dalam tiga bulan mendatang,” Jelasnya.
“Dan anak aku statusnya jadi gak jelas?” Ujar Aveline berapi-api.
“Kamu belum tentu hamil, Ave.” Terang Cassian.
Aveline memberikan surat keterangan dari klinik yang menyatakan dirinya hamil dengan keras di hadapan Cassian. “Aku hamil dan itu buktinya.” Bahkan foto USG pun dia berikan.
Cassian terdiam. Aveline tidak bisa membaca raut wajahnya. “Kejadian ini karena ulah kamu sendiri,” Ujarnya dengan datar.
Aveline semakin panas. Amarahnya semakin memuncak. “No. ini solusi yang kamu minta. Anak ini akan menjadi penerus Rinaldi Corp. Dia yang bakal buat kamu bebas.” Ujarnya dengan nada tegas.
“Aku gak mau tau. Kontrak kita harus diperpanjang. Anak aku harus punya akta lahir lengkap. Kamu harus setuju atau lupain semua tentang kontrak pernikahan.” Lanjutnya dengan dingin.
Aveline tidak akan mundur. Aveline tidak akan melepas Cassian tanpa berusaha lebih keras lagi. Aveline tidak akan membiarkan anaknya tumbuh tanpa ayah. Setidaknya, Aveline bisa mengikat Cassian lebih lama lagi dan berharap kalau anak mereka inilah yang akan meluluhkan hati suaminya.
Cassian menghela napas lelah. “Oke. Maumu apa sekarang?”
Aveline memberikan kontrak pernikahan yang baru pada Cassian. "Aku mau ngajuin kontrak kedua untuk pernikahan kita, sebelum kita cerai." Ujarnya dengan nada yang lebih tenang.
Cassian berpikir sejenak sambil membaca kontrak itu. Butuh waktu beberapa lama karena mereka sempat berdebat, namun akhirnya dia pun mengangguk.
Aveline bersorak senang dalam hati. Tanpa menyembunyikan senyum lebarnya, dia mengambil kontrak itu dan memperbaikinya.