Fani berbalik, sontak terjatuh ke permukaan meja belajar ketika mendapati sepasang mata berwarna biru laut menatapnya.
‘Manusia! Gawat!’
Fani mengepakkan kedua sayapnya dengan kalap, berusaha meloloskan diri dari jaring yang biasa digunakan manusia untuk menangkap serangga itu. Para peri dewasa selalu memperingatkan peri-peri muda untuk berhati-hati dan jangan sampai terlihat oleh manusia. Ada berbagai macam cerita mengenai nasib mengenaskan yang dialami peri jika sampai tertangkap oleh manusia.
Konon manusia akan mengunci peri dalam suatu wadah bening dan mencoba mencuri keajaiban peri untuk kepentingan mereka. Meski belum pernah ada pengikut Ratu Almira yang mengalaminya langsung, cerita itu sangat dikenal di antara bangsa peri. Dan mungkin saja Fani akan menjadi salah satu peri paling tidak mujur dalam sejarah.
“Tidak! Aku harus lari dan pergi dari sini!” jerit Fani sambil mencoba mengangkat bagian bawah jaring dengan kedua tangannya. Jantungnya berdentum begitu keras, Fani tidak dapat mengangkat tepi jaring sama sekali. Gadis kecil bernama Ailsa itu terlalu kuat dibandingkan peri kecil.
“Ah, apa aku menakutimu, peri kecil?” tanya Ailsa yang terlihat sedih melihat reaksi Fani. “Aku tidak bermaksud membuatmu ketakutan.”
“Bohong! Kalau begitu kenapa kau menangkapku?” protes Fani.
Ailsa membentuk senyum lebar. “Ma-maaf. Habis aku baru pertama kali melihat peri. Jadi aku hanya ingin memastikan,” katanya. “Baiklah, aku akan melepaskanmu.”
Ailsa mengangkat jaringnya sehingga Fani terbebas. Peri kecil itu langsung terbang menjauh, bersembunyi di balik barisan buku di rak atas meja belajar Ailsa. Sepertinya Fani baru melupakan satu fakta kecil.
‘Tunggu dulu! Aku barusan bicara sama manusia?’
Fani mengintip dari balik buku. Ailsa duduk di kursi dan menatap ke arah rak buku tempatnya bersembunyi. Ailsa sepertinya tidak memiliki niat jahat.
“Kau masih di sana?” tanya Ailsa lirih. “Dengar, aku benar-benar minta maaf. Aku tidak akan melakukannya lagi.”
‘Kenapa manusia ini bicara padaku?’ batin Fani yang masih terkejut dengan fakta bahwa seorang manusia baru saja bicara padanya, dua kali pula. Ia memang pernah mendengar manusia dapat melihat peri, tapi tidak dengan berbicara. Karena peri tidak menggunakan suara untuk bicara. Bahasa peri adalah bahasa hati. Dan karena itulah para manusia tidak bisa mendengar suara peri.
“Kau bisa mendengarku?” tanya Fani ragu-ragu. Masih berpikir tadi hanya kebetulan.
Ailsa mengangguk. “Ya, aku dengar.”
‘Aku tidak percaya ini,’ batin Fani yang mengamati Ailsa dari balik barisan buku. Dia benar-benar tidak menyangka bahwa ia akan tertangkap manusia, apalagi bicara dengannya. Sepertinya kekhawatiran Laura bukan tanpa alasan, Fani masih saja ceroboh dan kurang berhati-hati. Fani mulai berpikir apa yang seharusnya dia lakukan, sambil tetap bersembunyi di balik barisan buku.
“Apa yang kau lakukan di kamarku?” tanya Ailsa.
Fani merapatkan punggungnya ke barisan buku, masih takut untuk keluar. Apa yang sebaiknya dia lakukan? Peri dewasa jelas berpesan untuk menghindari manusia. Tapi kalau Fani menghindar dan lari, lalu bagaimana dengan misinya?
Fani menarik napas dalam, memberanikan diri untuk bicara pada Ailsa. “A-aku sedang menjalankan misi.”
“Misi?” ulang Ailsa. “Di kamarku? Misi apa?”