Misogini

Elisabeth Purba
Chapter #1

#Prolog

Kepedihan di bawah langit malam meronta datang bergantian. Anjing melonglong menandakan kengerian malam sedang menyerang. Cahaya bulan hanya sesekali menerangi. Selebihnya ia sibuk menepis awan yang menghambat cahayanya. Dedaunan yang diterpa cahaya tipis akan memberikan bayangan jauh lebih besar dari aslinya. Di bawah langit ada cerita yang dilewati anak manusia. Karena dia perempuan, berlaku tidak adil rasanya biasa saja. Itulah perempuan, yang di kuliti secara sengaja karena nafsu. Dibenci dan difitnah itulah keinginan dari para pembencinya. Perempuan melindungi auranya mendapat tepisan dari tangan murahan.

Sepertinya kebejatan itu layak diperbuat untuk perempuan yang tidak mempunyai tempat untuk mengadu, kalaupun ada itu hanya klise. Berbuat nekat dikira hantu tak tahu diri. Tidak berbuat nekat, dikira layak diperlakukan kasar. Diri perempuan harus menguatkan dirinya dan untuk perempuan lain yang juga sama lemahnya. Lalu darimana kekuatan itu datang kalau perempuan masih disarungi kelemahan. Bukan karena tidak kuat. Bukan karena tidak mampu. Tapi karena anggapan yang tidak bermutu dari sebagian orang yang justru lebih lemah dari perempuan itu sendiri. Kalau perempuan itu memilih, ingin rasanya menusukkan pisau ke wajah semua para pelaku pelecehan itu. Kalaupun sanggup, itu bukanlah menjadi hal yang hendak dilakukan, melainkan menjadi kebencian yang masih tertunda untuk dilakukan.

Para manusia yang berjakun itu menganggap bahwa merendahkan perempuan menjadi jalan menunjukkan kekuasaan dan kesombongan. Entah apa yang mau diraih dengan keangkuhan yang tak beralasan itu sehingga meninggalkan bekas yang tak terhapus. Apakah ini dasar kebencian terhadap perempuan?

Lihat selengkapnya