Warni berlari menyusuri blok demi blok, gang demi gang gelap demi mencari jalan keluar agar menghilang dari ke-dua pria pembuang mayat itu.
Ke-dua pria itu masih mengejar Warni menyusuri malam yang gelap dengan perdebatan di antara mereka, “ahhhh, kau pun ... bagaimana mungkin kau bisa hidup dengan ide burukmu membuang mayat perempuan itu di sana tadi? Apa tidak ada tempat lain yang bisa kau pikirkan?”
“Mana kutahu kalau ada orang di tempat pembuangan sampah malam-malam begini. Siapa tahu orang tadi pemulung. Sebelumnya kita juga buang mayat di tempat sampah. Siapa yang peduli?”
“Siapa yang peduli kau bilang! Kita bisa di penjara seumur hidup kalau kita ketahuan, G*blok!”
“Lagian kau tadi juga tidak memberi ide apapun”
“Sekarang gimana? Apa yang akan kau sampaikan kepada Bos?”
“Ha ... Bilang saja kita sudah membuang mayat itu”
Ponsel pria berambut cepak itu berbunyi. Ia ragu-ragu untuk menjawabnya. Hingga ia uring-uringan dan bolak-balik di depan temannya karena bingung dan takut.
“Hey ... kenapa? Siapa yang nelepon?”
“Bos”
Orang di ujung telepon beseru, “bagaimana? Aman?”
“A ... a ... man, Bos”
“Kenapa tidak kabari langsung, sekarang kalian di mana?”
“Katakan saja” seru pria berambut panjang itu.
“Apa kau berani mengatakan itu kepada bos?” balasnya kepada temannya sembari menjauhkan ponsel itu dari mulutnya.
“Hey ... kenapa diam? Apa sudah beres?”
“Hmmm ... udah, Bos. Tapi ada yang melihat kita buang mayat perempuan itu, Bos”
Jawab si Bos kesal dengan nada tinggi, “ahhh, itu namanya belum beres. Sekarang cari orang itu dan bunuh”
***
Warni kembali berlari menuju tempat di mana tadi ia meninggalkan anak-anak itu. Beberapa meter menuju ke tempat itu, ada tiga orang pria yang menangkapnya. Mereka adalah para pria yang tinggal di pemukiman liar sama dengan Warni. Dua dari tiga pria itu meletakkan ke-dua tangan Warni ke belakang agar tidak banyak perlawanan. Warni mencoba berteriak namun mulutnya dibungkam dengan telapak tangan oleh salah satu pria itu. Warni berontak dengan menghantam perut pria itu dengan sikunya. Hantaman yang dilancarkan Warni terlalu lemah, hingga pria itu tidak merasakan apa-apa. Hingga Warni tidak kuasa untuk melakukan perlawanan lagi.
“Shhh ... jangan teriak ... dan jangan macam-macam” ujar pria yang membungkam mulut Warni dengan desahan lirih di telinga Warni. Pria yang dikenal Warni sebagai pria mata keranjang. Pria yang bernama Kemal itu selalu menggoda apabila Warni sedang lewat di depan rumahnya, meski istri pria itu sedang ada di sana. Pria yang tak tahu malu pernah mencoba menyingkap rok Warni di depan banyak orang. Namun saat itu Warni melemparnya dengan batu hingga jidat pria itu benjol.
“Cantik juga si Warni, pantasan si Rahmat kebelet sama dia” ujar pria yang bernama Randi sembari menyentuh dagu Warni yang lancip.
“Ya pantas saja, tuh lihat montoknya tubuh si Warni” tukas pria itu memandang bokong Warni.
“Bagaimana kalau sebelum kita bawa Warni ke sana kita gauli saja dia dulu”