“Nasya!” Jeritan melengking yang berasal dari dalam rumah itu berhasil menyita perhatian kedua remaja yang sedang mengobrol di taman belakang. Keduanya menautkan alis dan segera bangun dari tikar yang tadi mereka tiduri.
“Yes, mom.” Jawab Nasya dengan maksud memberitahu ibunya bahwa dia mendengar panggilan ibunya itu. Nasya lalu melirik ke arah Vira, meminta izin kepada perempuan itu untuk meninggalkannya sebentar. Vira menganggukkan kepalanya.
Setelah Nasya meninggalkannya untuk masuk ke dalam rumah, Vira kembali membaringkan tubuhnya di atas tikar. Dia menengadahkan kepalanya, menatap ke arah langit yang tampak cerah dan dihiasi oleh gumpalan-gumpalan awan yang tampak seperti kapas. Vira tersenyum menikmati udara pagi ini. Angin sepoi-sepoi yang menerpa wajahnya membuat perasaannya damai.
“Vira,” panggilan Nasya membuyarkan ketenangan Vira.
Vira menoleh ke arah sahabatnya itu. “Kenapa?”
“Gue harus ngambil tugas term break gue di sekolah. Lo mau ikut?” Tawar Nasya.
Vira tampaknya tidak memiliki pilihan lain. Dia menganggukkan kepalanya menyetujui ajakan Nasya. “Boleh.” Vira lalu mengulurkan tangannya kepada Nasya, meminta bantuan sahabatnya itu untuk menarik dirinya berdiri.
Nasya pun menarik tangan Vira dan mereka pergi berangkat ke sekolah Nasya menggunakan mobil. Vira sebenarnya tidak pernah tahu dimana tempat Nasya menimba ilmu, oleh karena itu, dia sedikit bersemangat. Selama perjalanan, keduanya tak kehabisan topik pembicaraan. Ada saja yang mereka bahas, mulai dari keluhan Nasya akan tugas-tugas sekolahannya, teman-temannya yang borjuis, dan masih banyak hal lagi yang bersangkutan dengan tempat tujuan mereka saat ini.
Vira tidak pernah tahu kehidupan seperti apa yang Nasya jalani. Yang Vira tahu, Nasya tidak begitu menikmatinya. Berbeda dengan Vira yang lahir di keluarga yang berkecukupan, Nasya lahir di keluarga yang bergelimang harta. Vira selalu dibuat terpesona dengan kehidupan mewah yang Nasya jalani, walau menurut pengakuan perempuan itu sendiri, kehidupannya tidak seindah cover depannya.
Tapi, untuk yang satu ini, Vira harus membantah. Vira menjatuhkan rahangnya melihat pekarangan sekolah Nasya yang tampak sangat asri. Mata Vira dimanjakan oleh pemandangan pepohonan yang rindang serta tanaman-tanaman yang tampak terawat. Lalu, tepat di hadapannya, Vira dapat melihat bangunan berwarna putih bersih yang sepertinya merupakan gedung utama sekolah itu.
Vira berdecak kagum saat turun dari mobil. Dia berjalan di samping Nasya sambil terus memperhatikan sekitarnya. Dia tak dapat menahan keterkejutannya saat melihat interior sekolah Nasya yang lebih menyerupai mall dibandingkan tempat menimba ilmu. Semuanya tampak putih bersih, dan segalanya telah tersusun rapi.
Vira membulatkan matanya, tampak terkejut melihat angkutan transportasi vertikal yang terletak di tengah-tengah gedung itu. Dia tidak menyangka ada sekolah yang memiliki fasilitas tersebut. Nasya menekan tombol panah ke atas lalu saat lift itu berdenting dan terbuka, Nasya dan Vira masuk ke dalam.
“Gila! Ini sekolah macam apa?” Seru Vira yang sudah menahan diri untuk tidak berteriak sedari tadi. Banyak murid-murid yang berlalu lalang di lantai bawah sehingga Vira tidak dapat bebas berekspresi.
Nasya mengangkat kedua pundaknya. “Welcome to Dream Big Academy.” Katanya tanpa semangat.
“Nas, sekolah sebagus ini, kamu masih ngeluh?” Vira memberikan tatapan tak percayanya kepada Nasya.