Miss Beauty & Mr. Brain

Bentang Pustaka
Chapter #2

2

You’re unfair. Just stop right there

You’re dangerous, dangerous, take it slow

(EXO – “Unfair”)

Tring .... Tring .... Tring ....

Smartphone Bima terus berdering, konsentrasi belajar dia untuk memecahkan soal-soal olimpiade yang tinggal dua bulan lagi digelar jadi terganggu. Tumben. Kemarin-kemarin ponsel itu selalu sepi, biasanya hanya akan ramai jika teman-teman grup chat tim olimpiade sedang kesulitan memecahkan soal.

Omong-omong, saking geniusnya Bima, dia bisa memecahkan soal olimpiade matematika dan fisika yang tidak bisa terpecahkan oleh anggota tim olimpiade itu sendiri. Saat penyisihan kandidat tim olimpiade, Bima sempat menjadi rebutan guru-guru pembimbing untuk masuk ke mata pelajaran yang mereka ampu. Bima bebas memilih untuk masuk tim olimpiade mana saja yang dia suka. Pilihannya jatuh pada mapel Kimia. Entah mengapa dia merasa tertarik dengan salah satu mata pelajaran eksakta tersebut, meski menurut orang-orang, bakatnya untuk menjadi the next Einstein dan Phytagoras akan tersia-sia.

Bima meraih smartphone-nya, memeriksa kegaduhan apa yang tengah terjadi. Ternyata dugaannya meleset. Bukan tim olimpiade yang membuyarkan konsentrasi belajarnya malam ini, tapi itu notifikasi dari Facebook. Statusnya kemarin dan seminggu sebelumnya dibombardir komentar oleh akun bernama Starla Pradana Putri.

Starla?

Cewek tadi siang di perpustakaan?

Cewek itu belum menyerah juga rupanya. Sekarang, dia malah membanjiri akun media sosial Bima dengan permohonannya untuk bisa belajar bersama. Masalah tidak sampai di situ, fan cewek itu bak punya radar supersensitif yang bisa mendeteksi setiap pergerakan Starla. Tak main-main dalam kurun waktu lima belas menit, status-status Bima sudah penuh oleh puluhan komentar dari fan Starla yang kebanyakan meminta Bima menuruti permintaan Starla. Tidak sedikit akun-akun yang meninggalkan komentar dengan nada ancaman dan intimidasi.

“God!” Bima membanting ponselnya ke kasur.

Cewek itu memang menyusahkan hidupnya saja.

***

Sorot mata tajam menyambut kedatangan Bima di sekolah pagi ini. Beberapa siswa berkerumun penasaran, menduga-duga siapa gerangan pengacau yang berani merebut perhatian Starla dari mereka.

“Gila, cupu gitu!” Entah sengaja atau tidak, kata-kata bernada sinis itu terdengar hingga ke telinga Bima. Dia berpura-pura tak mendengar saja, lebih baik begitu. Meladeni mereka pun percuma, ending-nya paling-paling dirinyalah yang harus berurusan dengan guru BK. Jika sudah begitu, beasiswanya bisa saja dicabut. Dan, Bima tidak mau sampai hal itu terjadi.

Lihat selengkapnya