Miss Bundir

EmQiuuu
Chapter #2

Impian Gue...

Mau tahu apa impian terbesarku? Hum, jangan kaget ya. Impianku mudah saja. Aku hanya ingin mati. Pergi dari dunia yang tidak pernah adil bagi orang-orang sepertiku.

-Laura Requildis-

💦

Sepasang mata hitam milik seorang gadis tampak mengerjap pelan. Ia merasa sedikit pusing akibat pencahayaan yang menurutnya terlalu terang.

Laura, nama gadis itu. Ia tampak mengingat-ingat apa yang terjadi. Ketika matanya mulai terbiasa dengan cahaya, ia tampak mendengus. Ini di rumah sakit. Ia menatap sebal tangannya yang sudah di perban. Sial! Gagal lagi.

Cklek!

Suara pintu yang dibuka tidak membuat mata Laura tertuju pada sumber suara. Ia sudah tau siapa yang datang. Pasti mamanya.

Benar saja. Terlihat masuk seorang wanita cantik dengan aura dewasanya. Itu Elena, mama Laura. Elena tampak menghampiri Laura yang tidak terlihat seperti orang yang habis bunuh diri atau hampir kehilangan seluruh darahnya.

"Sayang..." panggilan lembut sang mama tidak membuat Laura menatap Elena. Ia hanya membuang muka. Bukan karena rasa bersalah akibat percobaan bunuh diri yang dia lakukan. Tetapi, melihat mamanya sekarang, membuat sesak di dadanya membuncah. Walau hanya sebatas sesak. Air matanya sudah kering. Ia lelah menangis.

Elena menatap sedih. Merasa bersalah. Laura masih lima belas tahun. Menjelang enam belas tahun. Tetapi, ia sudah menahan banyak masalah sejak kecil. Mental nya mulai frustasi. Ia lelah. Dan, Elena baru mengetahuinya sekarang-sekarang ini. Ibu macam apa dia? Mata Elena berkaca-kaca. Menahan sesak yang bergemuruh dalam dadanya.

Laura bergeming. Dia tidak peduli mamanya menangis. Yang ia inginkan hanya mati. Ia lelah dengan segala hal yang Tuhan persiapkan untuknya. Untuk apa? Tuhan ingin mengujiku sampai bagaimana lagi?

Laura merebahkan tubuh nya. Lantas, menutupi dirinya dengan selimut. Ia tidak mengantuk. Itu hanya tindakan penolakan agar mamanya pergi.

Elena tau itu. Ia tersenyum getir. Lantas pergi. Membiarkan putrinya larut dalam pemikirannya.

Laura mengeratkan selimut yang menutupi tubuhnya. Ia lelah...

💦

Hari Senin tahun ajaran baru di SMA Gunadhya. Tepat pukul tujuh pagi, upacara dimulai. Hari ini adalah hari pertama MOS bagi siswa kelas sepuluh. Mereka memakai seragam hitam-putih sebagai pembeda. Dengan aneka peralatan yang biasa dilakukan ketika MOS pada umumnya.

Diantara banyaknya siswa baru. Salah satunya terlihat seorang gadis cantik yang banyak menyita perhatian. Laura. Gadis itu tampak tidak peduli dengan banyak mata yang tertuju padanya. Ia malas menanggapi. Lantas, berusaha tetap fokus dengan upacara yang sedang berlangsung.

Ekor mata Laura menangkap juluran tangan seseorang yang mengarah kepadanya. Lantas melihat siapa si empunya tangan tersebut. Seorang cowok. Yang tepat berbaris disampingnya karena ia memang berada di barisan perbatasan laki-laki dan perempuan.

"Kenalan dong!" cowok itu tersenyum. Senyum yang memabukkan bagi banyak cewek, tetapi tidak untuk Laura.

Laura balik tersenyum dan mengulurkan tangannya untuk menjabat tangan cowok itu, ia tidak pernah bisa bersikap tidak sopan, kecuali jika ada yang mengusik rencana bunuh dirinya.

"Laura" katanya.

"Aksa" cowok itu tampak tertegun melihat perubahan ekspresi Laura. Semula ia pikir Laura cewek yang jutek dan dingin. Ternyata, gadis itu tidak seperti yang ia kira. Cantik dan baik. Itu yang kini ia tangkap dari wajah Laura.

Laura tampak kikuk karena ditatap secara intens oleh orang yang baru ia kenal. Dan Aksa sepertinya menyadari hal itu.

"Gue kaget. Gue kira lo orangnya jutek gitu!" jelas Aksa agar tidak terjadi salah paham.

Laura mangut-mangut mengerti. Ia memang seringkali dibilang cuek dan jutek di kesan pertama bertemu.

"Cek, cek! Mohon perhatian! Harap berbaris!" suara seorang cowok dengan mic ditangannya membuat seluruh murid disitu menatap ke arahnya. Setelah upacara, seluruh siswa baru diarahkan menuju lapangan basket.

"Lo semua denger gak?! Ini SMA Gunadhya. Kalo lo sampe berani buat masuk SMA ini, lo harus punya kepekaan yang tinggi. Gak telmi dan dongo kek gini! Baris aja lo semua gatau caranya?! Balik lagi ke tk sonoh!"

Bentakan dari cowok itu membuat banyak nyali ciut. Semua lantas menurut baris, begitupun dengan Laura dan Asha–cewek yang langsung akrab dengannya beberapa menit yang lalu.

Ansell. Cowok dingin tak berperasaan. Dia genius. Pemenang olimpiade fisika nasional. Memiliki peran penting di SMA Gunadhya. Bahkan, kedudukannya di atas ketua OSIS. Semua murid tunduk padanya. Gayanya yang otoriter dan ambisius membuat yang lain memilih mudur dan menurut.

Laura menatap datar ke arah Ansell yang tengah berkoar-koar. Ia benci orang yang sok berkuasa. Laura mengepalkan kuat tangannya. Tenang Ra, kamu nggak boleh lost control! Laura berusaha menenangkan dirinya sendiri sambil menepuk-nepuk pelan pipinya. Ia sedikit kepanasan.

Ternyata tingkah laku Laura yang tampak sibuk sendiri itu tertangkap ekor mata Ansell. Ansell mendengus. Ia paling tidak suka diabaikan. Walau dari sekian banyak murid, hanya satu yang berani.

"Heh lo! Yang lagi sibuk nabok-nabok pipi!" suara Ansell terdengar seram. Sontak seluruh murid menatap serempak kearah Laura.

Yang di tatap hanya memasang muka watados dengan senyum cantiknya. Membuat Ansell merasa kesal karena tingkah 'sok polos' adik tingkatnya yang satu ini.

"Maju lo!" Ansell berusaha mengendalikan intonasi bicaranya.

Lihat selengkapnya