Miss Bundir

EmQiuuu
Chapter #5

Seniorita(s)

Tukang bully tuh punya masalah apasih sama hidupnya? Nggak bahagia amat!

-Laura Requildis-

đź’¦

“Aku bukan bonekamu, bisa kau suruh-suruh dengan, seenak maumu, lalalala...” Suara fals seorang cowok tiba-tiba membuat seisi kantin terkikik geli. Lagi-lagi Malvin. Ia cukup stres dengan pelajaran fisika barusan sehingga kegilaannya naik satu tingkat.

“Yang denger nyanyian gue mana suaranyaaaa, wuuuu. Keren banget kan ya suara gue!” Malvin berseru-seru pada penghuni kantin. Membuat suasana kantin penuh oleh tawa dan sorak-sorai.

Laura yang tengah terkikik geli tiba-tiba terdiam memegangi perutnya yang terasa sakit. Maag nya kambuh. Itu karena ia telat makan dan langsung memakan makanan pedas-bakso dengan banyak sambal dan saus.

“Eh, gue balik ke kelas duluan ya. Maag gue kambuh, obatnya ada di kelas!” Laura beranjak bangun dari duduknya sambil mengaduh kesakitan. Maagnya memang sudah parah.

“Mau aku temenin Ra?” Tasha tampak khawatir dengan Laura yang terlihat kesakitan dan berpeluh.

Laura menggeleng. “Gue bisa sendiri. Lagian kelas deket kok! Dah ya!” Laura segera pergi meninggalkan meja yang dipenuhi teman-temannya.

“Mending gue susul. Takutnya si Laura kenapa-napa.” Asha tampak khawatir begitu Laura sudah hilang dari pandangan mereka.

“Sa! Lo bayar nih! Gue balik nyusul Laura!” Asha memberikan uang seratus ribuan kepada Aksa, lantas pergi menyusul Laura.

Sementara itu, di koridor sekolah, Laura tiba-tiba merasakan mual yang hebat pada perutnya. Membuat ia buru-buru berlari menuju toilet wanita. Baru saja masuk, ia langsung memuntahkan isi perutnya di kloset kamar mandi. Tidak mungkin ia muntah di wastafel. Untung saja kondisi toilet sedang tidak ada siapa-siapa. Membuat Laura bisa dengan leluasa mengakses kamar mandi.

Setelah menyelesaikan muntahnya, Laura menghela nafas lega walau kini tubuhnya terasa sangat lemas. Ia berjalan menuju wastafel untuk mencuci muka dan berkumur. Berniat keluar toilet. Laura membuka pintu toilet dengan terburu-buru.

Bruk!

Laura tersungkur jatuh karena tertabrak seseorang disaat tubuhnya sedang sangat lemah.

“Lo jalan pake apa sih! Sampe nabrak-nabrak gini!” Seorang cewek dengan sinis menatap Laura yang masih terduduk lemas. Itu Melda.

Laura berusaha bangkit. “So-sorry! Gue nggak sengaja!” Ucap Laura ketika dirinya sudah berhadapan dengan Melda. Cukup gondok mengetahui Melda yang tidak membantunya bangun dari jatuh. Gaada inisiatif sama sekali, gerutu Laura dalam hati.

“Lo anak kelas sepuluh ya?” Melda melipat tangan kedada.

Laura mengangguk sebagai jawaban. Membuat Melda berdecih.

Laura yang menyadari adanya name tag yang bertengger manis di sisi seragam Melda, langsung mengetahui bahwa Melda adalah kakak kelasnya. Karena kelas sepuluh belum mendapat name tag.

“Lo senior?” Tanya Laura. Melda memutar bola matanya malas. Tanpa jawaban, Melda melengos pergi. Ia malas berurusan dengan orang asing. Apalagi juniornya. Ia hanya tertarik menindas. Bukan beramah tamah.

“Dih, kakak kelas gaada akhlak!” Laura mencebik sebal, padahal ia berusaha sopan ditengah perih perut yang mendera. Melda yang mendengarnya, langsung kembali kehadapan Laura.

“Ulang perkataan lo!” Seru Melda.

“Lo nggak punya attitude plus gaada inisiatif, apa perlu gue ulangin di deket kuping lo hah?!” Laura mulai nyolot karena mengetahui sifat songong kakak kelasnya ini. Ia juga ogah beramah tamah dengan orang seperti itu, meski faktanya Melda adalah kakak kelas. Ia tidak peduli.

“Lah terus? Masalah buat lo? Lo jadi junior mending nunduk deh! Justru lo yang gaada attitude sama senior!” Melda mulai tersulut emosi mendapati adek kelas yang bersikap nyolot padanya.

“Sorry, kalau seniornya macem lo, gue ogah! Permisi!” Laura langsung melengos pergi. Ia tidak mau keributan terjadi. Karena ia sudah sangat sebal. Ditambah lagi, tubuhnya yang lemas dan perih di perutnya yang tak kunjung reda membuat Laura terpancing emosi mendapati senior macam Melda. Laura dengan terburu-buru berjalan cepat menuju kelasnya. Perih di perutnya sudah tak tertahankan. Kepalanya juga mulai pening.

“Ra! Lo dari mana?” Suara Asha langsung menyapu pendengarannya begitu ia memasuki kelas. Dengan sigap Asha langsung menghampiri Laura yang tampak pucat, diikuti Neandro dan Tasha. Sedangkan Aksa dan Kavin menunggu di tempat duduk mereka. Ternyata mereka sudah kembali dari kantin.

“Sha! Obat maag gue!” Laura berseru lirih. Biasanya nggak sesakit ini, pikirnya.

Lihat selengkapnya