Cewek bawel itu ternyata lucu yah.
-Neandro Sabian-
đź’¦
Pagi pukul delapan di Minggu yang cerah ini, rumah Laura sudah ramai dengan kedatangan teman-temannya. Hanya kurang Danisa. Karena ia harus membantu ibunya berjualan di pasar. Biasanya, pasar sangat ramai di hari Minggu. Ibunya pasti kewalahan.
Laura dan teman-temannya baru saja jogging pagi sejak pukul enam dan baru selesai pukul delapan. Sekalian main, kelimanya langsung saja meluncur ke kediaman Laura tanpa pulang terlebih dahulu. Bahkan Neandro yang notabenenya adalah tetangga Laura, tidak berniat pulang walau hanya untuk mengganti pakaian. Kini, mereka tengah menikmati sarapan bubur ayam di kolam renang rumah Laura. Menikmati paparan sinar matahari yang menghangatkan.
“Menurut kalian, orang yang suka bully itu, punya masalah apa sih sama hidupnya?” Laura mulai membuka topik. Tiba-tiba teringat akan seniornya yang ternyata tukang bully itu.
“Biasanya, mereka kayak gitu karena balas dendam. Rata-rata orang yang di bully itu korban bully juga. Itu sih salah satu alesannya!” Asha angkat bicara sambil menyesap teh hangat miliknya.
“Bener banget! Gue dulu suka di palakin kakak kelas. Abis itu, gue yang jadi tukang palak. Bukan karna gue nggak punya uang. Tapi, ada perasaan gak suka dalam diri gue. Seolah pengen mereka ngerasain hal yang sama kayak apa yang gue rasain dulu. Walau nggak lama kemudian, gue stop karna Neandro tau dan marah besar sama gue!” Aksa bercerita sambil terkekeh. Membayangkan dirinya dulu yang sangat pendendam dan mudah marah.
“Serius? Kayak gitu yah. Seolah, itu tuh nular. Korban menjadi pelaku. Begitu seterusnya!” Laura mengangguk-anggukan kepala.
“Bukan itu aja sih. Kata mama aku, pembullyan juga bisa terjadi karna mereka-mereka itu butuh pelampiasan. Yah, bisa dibilang, mereka yang suka membully adalah orang yang banyak masalah, dan malah ngelampiasinnya dengan cara kekerasan. Katanya sih, ada perasaan puas gitu.” Tasha yang biasa diam, kini mulai bersuara. Nampaknya, pembahasan ini cukup menarik.
“Yeah! Bener banget sih gue rasa!” Kavin juga tampak mengguk serius.
“Walau begitu, tetep aja hal kayak gitu gak dibenarkan. Apapun alesannya, cara mereka tetep salah!” Ucapan Neandro itu langsung dibenarkan teman-temannya. Apapun alasannya, mereka tetap salah.
 “Eh, lo semua inget ya! Sembunyiin identitas gue dari murid-murid lain! Cukup anak kelas aja yang udah terlanjur tau, juga guru-guru!” Laura mengingatkan teman-temannya. Sebelumnya, ia memang sudah menjelaskan rencananya kepada seluruh angguta kelas. Ia beruntung mendapat teman-teman kelas yang kompak dan solid. Padahal mereka baru saling kenal.
Semua tampak menganggu mengerti.
“Eh Sha! Gue lupa nanya ini ke lo!” Ujar Aksa tiba-tiba.
“Nanya apaan?” Asha menatap Aksa penasaran.
“Kenapa pas awal kenal, lo terkesan menghindar dari gue juga Neandro?”
Asha tampak mematung. Walau sedetik kemudian tampak cengengesan. “Biar gue jelasin. Tar, gue minum dulu!” Asha meneguk habis tehnya.
“Sebenernya, sekilas lo berdua ngingetin gue sama masa lalu gue. Bikin gue jadi takut waktu itu!” Jelas Asha dengan nada santai.
“What? Gue sama Neandro?” Aksa tampak terkejut dengan mata terbelalak. Okay, dia berlebihan.
Asha terkekeh sambil mengangguk. “But, Cuma sekilas sih, abis itu nggak kok!” Jelasnya.
“And lo Ra? Gue masih heran sama diri lo yang berambisi buat mati. Why?” Pertanyaan Kavin itu langsung mendapat sikutan dari Neandro. Baginya itu tidak sopan.
Laura tampak terkekeh. Bukan masalah. “Ntar juga lo semua tau. Intinya, gue nggak minta dikasihani or anything! Cukup jadi temen yang seolah taunya gue baik-baik aja. Karna emang i’m fine!”
Semuanya tampak no comment lagi setelah mendengar penjelasan Laura. Memang terlihat bukan masalah, tapi Laura memang tidak berniat menceritakannya. Dan teman-temannya paham itu. Walau masih menyisakan tanya. Bahkan Neandro memikirkannya setiap ia ingin tidur. Ia sampai bertanya-tanya. Apa yang terjadi dengan dirinya? Apa benar ia menyukai Laura? Secepat itukah? Neandro menggeleng pelan. Masih belum bisa dipastikan.
đź’¦
Laura berjalan beriringan dengan Neandro menyusuri koridor sekolah yang tampak mulai ramai oleh murid-murid berseragam. Banyak dari mereka yang berbisik atau menatap kagum kearah Laura dan Neandro. Yang cowok tentu saja mengagumi Laura yang cantik dengan kulit putih susu dan rambut lurus yang tampak halus itu. Sedangkan para cewek, tampak menatap iri Laura yang bisa selalu dekat dengan Neandro si model yang sedang jadi perbincangan itu. Laura terkekeh begitu menyadari seringnya ia berinteraksi dengan Neandro. Entah mengapa, sekarang ia lebih dekat dengan Neandro. Cowok itu ternyata asik dan berwawasan luas. Jangan lupakan fakta bahwa ia punya inisiatif tinggi. Membuat Laura nyaman berlama-lama di dekatnya.
“Ra! Pulang sekolah, kayak biasa kan? Pulang sama gue.” Neandro tampak mengutak-atik ponselnya sambil berjalan. Membuat Laura mendengus sebal, lantas merebut paksa ponsel Neandro.
“Iyalah, sinih hp lo! Gue balikin kalo udah sampe kelas!”
Neandro hanya mengangguk. Menuruti Laura yang merebut ponselnya secara tiba-tiba. Biasanya, ia akan marah begitu barang pribadinya dipegang orang lain. Tapi, entah mengapa, bersama Laura, ia merasa tidak seperti biasanya. Aneh, tapi lagi-lagi ia menyukai perasaan seperti itu. Ini pertama baginya.
Bruk!
“Awh!”
Neandro yang tengah melamun tampak dibuat kaget begitu mendapati Laura yang tengah mengaduh kesakitan di lantai koridor sekolah.
Byur!
Belum sempat mencerna apa yang terjadi barusan, mata Neandro terbebelalak kaget mendapati tubuh Laura yang basah oleh air berwarna merah. Tampaknya itu adalah air dari salah satu produk minuman bersoda.