Jika kamu merasa hidup itu sulit. Maka bertanyalah pada mereka yang masih sanggup hidup hingga kini. Ingat, jangan pernah merasa, kalau kamulah yang paling menderita di dunia ini.
-Arvin Radhika-
đź’¦
Laura mengusap-usap tangannya yang telah dituangi minyak telon. Ia sangat suka aroma minyak telon. Aroma bayi. Ia bercermin sejenak. Menghela nafas kasar begitu mendapati bengkak di bawah matanya akibat dirinya yang menangis seharian kemarin. Ia menepuk pelan pipinya. Lantas memasang senyum ceria seperti biasa. Hari ini, harus berakhir bahagia. Biar aku dapat tersenyum di sisa-sisa hidupku, batin Laura pedih.
Laura menuruni tangga dengan cepat. Lantas menemui sang mama yang tengah menunggunya di meja makan. Elena tampak lega begitu melihat senyum cerah di wajah putrinya. Semoga Laura tidak terlalu terkejut dan kecewa dengan fakta yang kemarin terungkap itu.
“Pagi ma! Udah sarapan?” Laura mencium sekilas pipi Elena, lalu duduk dihadapan sang mama. Mulai memakan sarapannya.
“Udah dong. Kamu cepetan makan sarapanmu. Ntar bisa telat masuk sekolah loh!” Elena tersenyum, lantas menyesap teh hangatnya.
Laura mengangguk, melahap sarapannya seolah ia sangat lapar saat itu. Walau nyatanya, ia hanya ingin terlihat sangat baik didepan sang mama.
Setelah sarapan, Laura pamit berangkat sekolah. Ia sempatkan mencium tangan dan pipi Elena cukup lama. Jaga diri mama baik-baik, tanpa Laura yah ma, pesannya dalam hati ketika mencium lama pipi sang mama.
Setelah pamit untuk berangkat sekolah, Laura berjalan cepat sambil mengusap kasar matanya yang mulai berair. Berusaha menguatkan diri bahwa ia siap pergi.
Aku siap pergi dari dunia ini!
đź’¦
Jam istirahat, Laura dan teman-temannya tampak berjalan beriringan menuju kantin. Ada yang berbeda. Semua orang tampak tersenyum sok ramah padanya. Membuat dirinya risih, walau hanya dapat membalas senyum orang-orang dengan senyum palsu itu.
“Gilak sih! Lo jadi famous gitu Ra! Belum sampe kantin aja, udah ada lima belas orang yang nyapa lo sambil curi-curi perhatian gitu!” Kata Aksa sambil menunjukkan jarinya. Berlagak seperti sedang menghitung. Entahlah, apakah benar ia menghitung, atau hanya guyonan saja.
“Anjir! Ada pewaris Gunadhya cok! Gue udah ganteng kan bro?” Suara heboh Malvin, membuat Laura mendengus geli. Ternyata, fakta tentang dirinya yang akan menjadi pewaris tunggal Gunadhya bisa dengan cepat menyebar.
“Sejak kapan muka lo ganteng?” Jimmy seperti biasa menjawab frontal. Membuat Malvin menekuk wajahnya kesal.
“Kok kamu jahat sih Jim? Padahal aku ngaku loh kamu ganteng!” Malvin tampak merengek sambil menarik-narik lengan baju Jimmy. Memasang wajah sok imut yang membuat seisi kantin tertawa. Namun tidak untuk Jimmy yang justru terlihat jijik dengan tingkah sahabat nya itu.
“Bisa gak sih gak usah sok imut? Jijik gue liatnya!” Jimmy membuang muka sebal.