Miss Heartbreaker

Bentang Pustaka
Chapter #1

Prolog

Cuaca Minggu pagi yang cerah ini seharusnya Karin habiskan dengan bersepeda keliling kompleks. Usai bersepeda, mungkin Karin bisa menyempatkan diri untuk kongko di Kafe Humble dan menikmati banana split favoritnya. Tapi, niat Karin luluh lantak begitu Fifi, teman ekskul PMR Karin, datang ke rumah dengan mata sembap dan muka merah. Rambutnya yang biasa digelung rapi, kini berantakan dan kusut. Kondisi Fifi begitu kontras dengan cuaca cerah Minggu pagi itu. Karin yang sempat kebingungan segera mempersilakan Fifi masuk. Sesaat setelah mereka berdua duduk di sofa ruang tamu, Karin segera meminta Mbak Wati membuatkan es sirop.

“Aku curiga, nih, Rin. Kayaknya Rendy punya cewek selain aku,” ujar Fifi tanpa tedeng aling-aling dengan suara parau. Rendy adalah pacar Fifi. Mereka baru saja jadian dua bulan yang lalu.

“Lho, kamu tahu dari mana? Memangnya kamu lihat Rendy jalan dengan cewek lain?” Karin sedikit merendahkan suaranya saat Mbak Wati meletakkan es sirop di meja ruang tamu. “Minum dulu, Fi. Biar lebih tenang.”

Es sirop yang dingin ternyata mampu mendinginkan suasana hati Fifi yang panas. Buktinya, es sirop yang ada di gelas langsung dihabiskan dalam satu kali teguk. Setelah mengatur napas, Fifi langsung berujar pelan, “Aku memang belum melihat dengan mata kepalaku sendiri. Ta-tapi, aku yakin Rendy punya cewek lain selain aku.”

Fifi menghela napas, kemudian melanjutkan. “Mungkin ini terdengar konyol bagi kamu, Karin. Tetapi, kemarin aku dapat telepon dari Deni, teman sekelasku. Dia ngelihat Rendy jalan sama cewek lain di Grand Indonesia.” Suara Fifi kini semakin pelan. Tahu akan situasi yang sebentar lagi ia hadapi, Karin seketika meraih kotak tisu dan segera duduk di sebelah Fifi.

“Berita itu, kan, dari Deni. Bisa aja Deni bohong, kan?” kata Karin sambil mengelus-elus punggung Fifi.

“Ya, tadi aku mikirnya juga kayak gitu. Tapi ... sebelum Deni telepon, a-aku juga pernah dapat telepon dari Mira, Sasha, dan Hani yang ngasih tahu kalau Rendy lagi jalan sama cewek yang sama. Parahnya ....” Fifi tak sanggup melanjutkan kata-katanya. Seketika, ia tertunduk, berusaha menahan tangis. Karin kini menggenggam tangan Fifi. Apa daya, tangis yang ditahan-tahan itu seketika meledak. Mewujud menjadi buliran air mata yang mengalir di pipi. Sambil tersedu-sedu, Fifi melanjutkan.“Parahnya ... setiap aku dapat telepon dari mereka, yang kasih tahu Rendy lagi sama cewek itu, pasti bertepatan dengan hari aku batal kencan dengan Rendy. Kayaknya Rendy batalin janji karena mau jalan dengan cewek itu. Huaaa ....” Sontak Fifi memeluk Karin.

“Er ... tapi, kan, belum tentu juga, Fi. Maksud aku, belum tentu cewek itu pacarnya, eh, bukan apa, ya ..., teman spesialnya Rendy. Bisa saja saudaranya, kan?” Karin berusaha mengemukakan alasan yang logis, meskipun hatinya dikuasai rasa marah. Ya, dari dahulu Karin memang kurang setuju kalau Fifi jadian sama Rendy. Rendy memang tidak satu sekolah dengan mereka, tetapi berita mengenai ke-playboy-an cowok satu ini sudah tersiar hingga ke sekolah lain. Namun, mengingat waktu itu Fifi begitu kasmaran dengan Rendy—dan Karin percaya setiap orang bisa berubah—jadi Karin percaya bahwa Rendy bisa berubah. Meski Karin sudah bisa menebak jadinya begini, ia lebih berharap Fifi yang menangkap basah kelakukan Rendy.

Lihat selengkapnya