“Punya sahabat yang saling pengertian adalah yang paling membahagiakan,”—Rashila
•••••
"Jadi cowok yang ada di surat itu Rangga?" tanya Adira untuk memastikan apakah telinganya masih berfungsi dengan baik ataukah tidak. Rashila pun mengangguk. Itu menandakan bahwa telinga Adira memang baik-baik saja.
"Jadi selama ini lo suka sama Rangga? Sejak SMP?" tanya Adira lagi yang masih tampak tak percaya. Rashila barusan menceritakan semua masa lalunya kepada sahabatnya itu.
Rashila menepuk pundak pundak Adira. "Lo pasti kaget ya mendengar fakta itu? Maaf ya, Dir, kalau selama ini gue gak pernah cerita. Padahal kita udah sahabatan dari dulu."
"Tapi kenapa lo sembunyiin semua itu dari gue?" tanya Adira yang tampak sedikit kecewa.
"Iya, Shil. Lo parah banget sumpah. Kita itu kan udah kenal lo dari dulu. Kenapa lo gak pernah cerita? Mungkin kalau Haidar gak bacain di depan kelas, kita gak akan pernah tau isi hati lo," ucap cewek manis berambut cokelat yang bernama Gina.
Rashila tidak membalas perkataan Gina, ia hanya bisa menarik napasnya dalam-dalam.
"Waktu itu gue emang tau sih lo deket sama Rangga. Tapi, gue sama sekali gak nyangka kalau lo ternyata suka. Lagian lo orangnya tertutup banget sih. Sama sahabat aja masa gak mau cerita," sahut cewek berkulit putih yang bernama Meila.
"Tapi gue salut deh sama lo. Lo keren banget bisa kuat nungguin cowok sampe tiga tahun. Cewek lain mah mana kuat. Apalagi tanpa ada kepastian dan gak tau keberadaan doi di mana. Lo tipe yang setia banget ya," ucap cewek berambut sebahu yang bernama Cia.
Rashila hanya bisa menampilkan fake smilenya untuk membalas perhatian dari para sahabatnya.
"Weh, Ratu Bohay! Yang lain lagi pada prihatin lu asik sendiri aja di depan kamera. Selpi-selpi aja terus sampe kameranya rusak," kata Adira sambil mencubit lengan Ocha dengan sedikit gemas.
Ocha pun melirik ke arah Adira. "Ya, gue mau ngomong apalagi. Semua yang mau gue omongin udah kalian keluarin semua. Dari pada cuma bikin ribut, gue asik sendiri aja. Maap, deh. Sebenernya gue juga peduli kok sama lo, Shil."
Rashila kemudian menyandarkan tubuhnya ke bangku.
"Emak gue! Jangan cemberut aja dong," ucap Viena sambil memeluk tubuh ramping Rashila. Bagi Viena, Rashila itu sudah ia anggap seperti emaknya karena mulutnya yang paling berisik. Namun gara-gara Rangga, Rashila yang biasanya berkicau kini hanya bisa meratapi nasibnya.
Entah mengapa, air mata jatuh begitu saja dari pelupuk mata Rashila. Ia sudah sekuat tenaga menahannya sejak tadi, tetapi tumpah juga. Ini semua akibat pelukan dari Viena, air mata Rashila jadi jatuh lebih cepat.
"Makasih ya, Pi," balas Rashila sambil berbisik pada Viena yang kerap kali dipanggil Pipi.
Melihat aksi dramatis tersebut justru malah membuat perut Gina berbunyi.
"Mendingan sekarang kita ke kantin yuk! Sebelum nanti kepala gue pusing," ujar Gina sambil membelai perutnya mesra. Bagi Gina, hal yang paling penting di dunia ini adalah makanan.