“Antara angka dan kata memang jauh berbeda. Angka penuh perhitungan, sedangkan kata penuh makna,”—Rashila
•••••
Beberapa hari yang lalu baru saja kelas 11 IPA 3 menghadapi ulangan harian. Sekarang sudah waktunya pembagian nilai. Kertas hasil ulangan pun dibagikan satu per satu. Tangan Rashila sampai gemetaran saat menerima kertas itu. Sampai akhirnya mata Rashila melotot karena melihat nilainya sendiri.
"Nilai ulangan Matematika gue 32?!" pekiknya dalam hati seakan tak terima mendapatkan nilai sekecil itu. Rashila mengecek satu per satu jawabannya. Tanda silang dengan pulpen merah menghiasi kertas itu. Ia menggigit bibir bawahnya. Kedua orang tuanya pasti akan marah karena mendapatkan nilai sekecil itu.
Di bidang Matematika memang Rashila paling payah. Namun jangan anggap Rashila remeh, ia paling jago di bidang Biologi karena ambisinya yang ingin menjadi dokter. Walaupun semalam ia telah belajar susah payah demi si Matematika. Akan tetapi, hasilnya membuat Rashila mengelus dada.
Satu-satunya hal yang mengganggu pikirannya sekarang adalah, "Bagaimana caranya agar bisa mendapat nilai tinggi pada bidang Matematika?"
Rashila mengetuk-ngetukan jarinya pada meja seraya berpikir. Sayangnya para sahabatnya itu juga payah di bidang Matematika. Jangankan sahabatnya, mungkin hanya orang-orang pilihan Allah yang dapat menyelesaikan soal Matematika dengan mudah.
Rashila juga tidak mungkin meminta diajarkan oleh Nella. Malu. Yang ada Rashila malah semakin direndahkan olehnya.
Karena terlalu pusing memikirkan nilai ulangan Matematikanya yang kebakaran. Ia sampai tak sadar bel pulang telah berbunyi. Namun hari ini Rashila tidak langsung pulang ke rumah. Ia harus piket terlebih dahulu. Menyadari kewajibannya untuk piket, ia langsung mengambil sapu dan mulai menyapu lantai.
Menyapu lantai dengan tingkat kekotoran tinggi memang hal yang sulit dan agak menyebalkan. Rashila harus membersihkan kelasnya dari segala sampah, debu, serta kotoran. Sampah yang terdapat pada kelasnya juga beraneka ragam.
Bermula dari bungkus permen, tisu, kertas, plastik es, sedotan, kantong kresek, sampai dengan botol plastik dengan aneka bentuk. Belum lagi terdapat pasir yang berasal dari alas sepatu. Semua benda itu membuat kelasnya jadi sangat kotor dan menjijikan. Sehari tidak piket saja bisa-bisa menjadi segunung sampah. Itu adalah hal yang sangat membuat Rashila mual.
Saat sedang menyapu lantai terdapat selembar kertas yang tiba-tiba menarik perhatian Rashila. Ia pun mengambilnya karena penasaran, lagi pula kertas itu tidak lecek.
"Eh, ini kan kertas ulangan yang baru dibagiin tadi?" tanya Rashila pada dirinya sendiri.
Rashila membolak-balikkan kertas itu dan betapa terkejutnya ketika melihat angka seratus di situ. Mata Rashila sampai ingin keluar saking terkejutnya dengan nilai sesempurna itu.
Saat melihat nama yang tertera pada kertas itu pun membuat mata Rashila tak kalah melotot. Kini matanya benar-benar ingin keluar. Rashila jadi histeris sendiri saat melihat nama Haidar pada kertas ulangan itu.
"Balikin ulangan gue," ucap Haidar dengan datar yang tiba-tiba berada di belakang Rashila.