Miss Travel Beauty

Luca Scofish
Chapter #2

Pelayaran Menuju Pulau Padar

Kutipan dalam film Forrest Gump: Hidup bagaikan sekotak cokelat. Kau tidak akan pernah tahu rasa apa yang akan kau dapatkan.

Aku sering belajar dari film tentang nilai-nilai kehidupan yang kurasa cocok dijadikan pedoman untuk membentuk jati diriku yang mulai beranjak dewasa. Dalam menjalani kehidupan ini, aku menjadikan kalimat dalam film yang sangat mengena di hatiku sebagai motto hidupku. Hanya saja, untuk mengamalkan motto hidup itu tidaklah mudah. Sebab, kita harus berjuang menentukan nasib kita sendiri. Pada akhirnya, hanya waktu yang bisa menjawab semuanya; apakah kita tetap berpegang teguh pada motto hidup kita, atau justru mengabaikannya, dan berusaha mencari motto hidup lain yang dirasa cocok dalam menjalani kehidupan ini.

Hati kita selalu berubah-ubah, seperti perubahan cuaca dan lampu lalu lintas. Pada satu waktu kita merasa senang, pada waktu lain kita merasa sedih. Kadang hati kita bisa mati rasa, tetapi bisa juga menjadi berwarna-warni di saat yang tidak terduga.

Begitu juga dengan petualanganku menjelajahi Pulau Flores yang awalnya sangat kacau. Lalu, tiba-tiba menjadi menyenangkan, dan mungkin ini adalah petualangan terbaik yang pernah kualami sepanjang hidupku.

Sebagian karena keindahan alam yang ditawarkan oleh pulau ini, sebagian lagi karena persahabatan yang terjalin lewat kebersamaan dengan teman-teman baru, tapi yang utama adalah benih-benih cinta yang tumbuh perlahan-lahan di antara aku, dia, dan mereka.

Aku merasa terhormat bisa bertemu pujaan hatiku di tempat seistimewa Pulau Flores.

🌹🌹🌹🌹🌹

Di dalam kapal nelayan bernama Samudra Laut Flores dalam pelayaran menuju Taman Nasional Pulau Komodo.

Taman Nasional Pulau Komodo terdiri dari tiga pulau besar: Pulau Komodo, Pulau Rinca, dan Pulau Padar, serta pulau-pulau kecil lainnya. Paket trip milik Bos Muda yang kuikuti hanya mengunjungi Pulau Padar, Pulau Komodo, dan Manta Point. Menurut riset yang kulakukan di portal berita online, sebagian besar wilayah pulau itu adalah sabana—habitat spesies komodo.

Kapal motor kayu tua yang mengeluarkan letusan-letusan kecil itu mulai mengarungi Laut Flores begitu matahari terbit mulai terlihat jelas di sebelah timur pulau-pulau kecil yang dekat dengan Pelabuhan Rakyat Labuhan Bajo.

Di kabin kapal, suasananya beraneka ragam, tetapi mayoritas peserta sailing komodo terlihat gembira dan bersemangat untuk petualangan yang seru. Bisa terlihat dari volume suara dan percakapan tiada henti. Karena semuanya tidak saling mengenal satu sama lain namun berada dalam satu kapal dan tujuan yang sama, kami seperti keluarga yang tinggal di ladang bunga, yang tumbuh dengan ciri khas masing-masing—seperti itulah gambaran suasana keluarga random ini. Bagi yang suka bernyanyi, boleh bernyanyi sesuka hati. Yang bosan karena mabuk laut, boleh rebahan sambil mendengarkan musik. Bahkan kami diperbolehkan membuat kopi, teh, atau mi instan yang ada di dapur kecil kapal ini. Intinya kami boleh melakukan apa saja asal sopan.

Aku sendiri hanya melamun dan memandangi Miss Vietnam dari atas sampai ke bawah, hingga ke ujung jarinya, sambil mengganjal perut dengan roti pisang dan susu cokelat. Ia adalah cewek paling fashionable di tongkrongan kapal ini. Ia suka berdandan, terlihat make up yang diulas anggun tapi natural, berpadu dengan senyum yang dingin namun menghanyutkan, dan sikap yang tenang membuatnya disukai semua laki-laki yang ada di kapal. Cewek feminin itu berambut pendek sebahu, mempunyai sedikit bintik-bintik merah di wajahnya, dan sorot matanya sangat tajam bagai mata elang yang siap menerkam mangsanya. Semua itu seakan disempurnakan bentuk bibir yang menyerupai kelopak bunga. Anggun penuh warna dan menguar bagai bunga mawar. Proporsi tubuh yang nyaris sempurna; lekuk tubuh yang aduhai, dipadu punggung dan kaki yang menjulang indah. Kemudian, kecerdasan yang terpancar karena bahasa Inggrisnya yang berkelas selalu bisa menarik perhatian. Daya magis Miss Vietnam tak cuma sampai di situ. Berkat warna merah hati di kelopak matanya yang lebat, setiap kali dia mengerling, jantung hati semua laki-laki yang memandangnya pasti akan meleleh. Leleh, kemudian melebur ke testis, dan mencair hingga membasahi celana dalam mereka. Tipe cewek penggoda yang mempersembahkan seluruh hidupnya demi terlihat manis. Benar-benar seperti seorang putri mahkota kerajaan, sampai-sampai artis Korea pun tidak bisa mengalahkan pesonanya. Tentu saja pemandangan indah seperti ini sulit ditemukan pada hari biasa. Namun, bisa jadi penampilan yang nyaris sempurna itu terlihat menipu.

Sebelum menekuni hobi backpacking, aku belajar membaca kepribadian orang lain. Kemampuan itu esensial untuk beradaptasi dengan karakteristik daerah tujuan. Dan di jaman yang serba online sekarang ini banyak cewek alter ego yang memiliki kepribadian berbeda dan kehidupan yang berbeda pula. Seperti keberadaan 'ayam kampus' di lingkungan universitas. Begitu juga dengan 'kupu-kupu malam' yang secara bergantian hidup mengadu nasib di kota dan pulang ke desa demi menghidupi keluarganya. Dan jika diperhatikan dari luarnya saja, mereka tidak terlihat sebagai cewek yang berengsek. Justru sebaliknya, mereka terlihat seperti cewek biasa yang bisa membaur dengan baik dalam pergaulan. Lagi pula, sejak aku masih kuliah pernah ada contoh 'mahasiswi yang baik dan rajin, tapi sebenarnya….' hal ini menjadi alasan kenapa aku selalu curiga dan penasaran dengan kehidupan mereka yang sebenarnya.

Dalam situasi petualangan di laut seperti ini, cewek itu berdandan layaknya permaisuri yang hendak menghadiri sebuah pesta. Ini tidak umum, kan? Skincare-nya terlihat mahal. Polesan di wajahnya terlihat natural dan sangat mulus. Di atas kedua matanya dipoles dengan perona mata dan celak mata. Bibirnya memancarkan kilau alami yang menggoda, tetapi juga menampilkan warna peach yang lembut, efek dari lip gloss yang dipakainya. Lalu, nail art di kukunya bernilai seni tingkat tinggi. Auranya memang seperti kontestan Miss Universe dan kini semakin mematikan.

Aku mengamati dan menilai wajah cewek Vietnam itu dengan baik layaknya seorang pakar kecantikan. Apalagi selama backpackeran, orang-orang yang kutemui sepanjang perjalanan kebanyakan adalah cewek.

Sementara itu, Partner In Crime Miss Vietnam adalah gadis yang biasa saja, tidak mencolok, dan tidak banyak bicara. Gayanya sangat bertolak belakang dengan Miss Vietnam. Jika Miss Vietnam bak gadis metropop, partner-nya ini seperti gadis desa yang masih polos. Hal itu terlihat dari cara berpakaiannya yang terlalu kasual dan tampak kurang feminin. Rambut depannya yang panjang dijepit dengan pin rambut, sementara bagian belakangnya dikepang dengan kencang dan dibiarkan menjuntai di kedua sisi tubuhnya. Di rambutnya yang dikepang itu, dia memakai tiga helai bulu angsa. Ada pula hiasan-hiasan norak lainnya. Anting-anting dari manik-manik motif bunga terlihat menari-nari dari ujung kedua telinganya. Sebuah kalung unik menghiasi dadanya yang dibalut bambu kecil alami. Aku memperhatikan kerumitan dari pengerjaan kalung tersebut, beberapa jalinan benang bermotif sandi-sandi mesir kuno dengan warna-warna cokelat hitam yang elegan. Ia tidak memakai skincare sama sekali, memperlihatkan wajahnya yang penuh bintik merah. Bukan berarti gadis itu jelek, tapi punggung dan betisnya besar, sehingga caranya berjalan seperti orang yang menderita penyakit diabetes stadium akhir. Ia memakai kacamata dan sedang membaca sebuah buku panduan petualangan: 10 Destination Must Explore Travelling in Indonesia. Pokoknya Partner In Crime Miss Vietnam itu terlihat kuper.

Lihat selengkapnya