Dalam perjalanan kembali menuju Labuhan Bajo, aku bersama Quỳnh Trang Vinh dan Nguyen Lien Lie mengobrol soal pendakian Gunung Rinjani.
Di tengah hembusan angin dan deru ombak yang masih cukup besar, kami bertiga duduk di ruang tengah penumpang secara sejajar. Sementara di depan kami ada Yukiko dan Natalia yang sepertinya sedang merencanakan trip bersama untuk mengelilingi Pulau Flores. Di sebelah mereka, Denis dan rekan kerjanya juga sedang mendiskusikan sesuatu. Anehnya, aku merasa sorot mata Denis setajam pecahan kaca saat memperhatikan obrolanku yang begitu hangat dengan Quỳnh Trang Vinh dan Nguyen Lien Lie. Aku merenung sejenak apakah aku juga kelihatan seperti itu, berkali-kali diacuhkan oleh Yukiko. Paling tidak aku dekat dengan Quỳnh Trang Vinh dan Natalia. Setahuku, Denis tidak terlalu dekat dengan cewek mana pun. Begitu juga dengan Adrian dan Gilang. Mereka bertiga tidak seberuntung bosnya yang cukup pintar dan sabar merayu Natalia.
Sejak awal aku sudah siap bersaing dengan siapapun atau bahkan bertarung secara fisik demi mendapatkan cinta bunga petualangan sailing komodo ini. Aku tidak siap mengasihani lawanku.
"Kita harus segera booking tiket pesawat menuju Lombok." Nguyen Lien Lie cepat-cepat mengusulkan.
"Aku tidak naik pesawat." Aku berkata malu-malu.
"Lalu, kau naik apa?" Ekspresi Nguyen Lien Lie tampak khawatir.
"Naik bus," jawabku mantap.
"Kenapa tidak naik pesawat, sih?" Quỳnh Trang Vinh bertanya sambil mendengus.
"Tidak apa-apa," tukasku datar. Sejujurnya, ini semua demi penghematan.
"Kalau begitu, kami naik bus bersamamu saja, ya." Quỳnh Trang Vinh tiba-tiba menunjukkan rasa solidaritasnya padaku.
Berdasarkan pengalamanku sewaktu backpackeran ke Gunung Tambora dulu, rasa-rasanya aku tidak tega membayangkan Quỳnh Trang Vinh dan Nguyen Lien Lie harus estafetan dan berdesak-desakan di dalam bus mini yang pengap dan bobrok itu.
"Jangan!" tolakku dengan tegas, lalu aku memberikan penjelasan yang logis, "Katanya kau ingin ke Gili Trawangan lebih dulu. Itu bagus. Kau bisa beristirahat, minum bir, dan berpesta di sana. Lagi pula, aku ingin berkemah di pulau Kenawa yang ada di Sumbawa Barat terlebih dahulu. Dari situ, sudah lumayan dekat dengan Lombok. Tinggal menyeberang sekali lagi menggunakan feri. Nanti kita bisa bertemu di pasar Aikmel yang menjadi chekpoint utama sebelum menuju gunung Rinjani via Sembalun."
"Wah, jadi kau benar-benar tidak mau bergabung bersama kami ke Gili Trawangan, ya," tanya Nguyen Lien Lie parau. Ia ingin memastikan keputusanku setelah sebelumnya aku bersama Quỳnh Trang Vinh dan dirinya sempat membahas rencana duo gadis Vietnam itu yang ingin mengunjungi Gili Trawangan.
"Iya. Aku pernah ke sana. Jadi bosan saja kalau harus ke sana lagi." Aku berbohong. Alasan sebenarnya adalah karena uangku semakin menipis.
"Tapi, kau pernah mendaki Gunung Rinjani dan sekarang berencana ingin mendaki Gunung Rinjani lagi." Nguyen Lien Lie tiba-tiba mengungkit-ungkit rekam jejak perjalananku. Ia memang pintar berdebat dan sangat sulit dibodohi.
"Kalau itu beda konteks, ya," kataku kepada Nguyen Lien Lie, kemudian aku berpaling kepada Quỳnh Trang Vinh dan menatapnya sambil tersenyum, "Mendaki gunung adalah hobi favoritku, jadi kalau disuruh mendaki gunung Rinjani selama sepuluh kali pun aku mau, asalkan ada yang mau menanggung biaya transport dan akomodasiku."