Hari kedua di Gunung Rinjani.
Dini hari saat itu, aku bangun lebih awal tepat pada pukul 00.00, sementara Quỳnh Trang Vinh dan Nguyen Lien Lie masih tertidur sambil menahan dinginnya udara tengah malam. Pendakian memenuhi benakku karena aku menargetkan puncak, lalu kembali ke Plawangan Sembalun sebelum jam makan siang, dan turun ke danau untuk bermalam di sana. Langkah pertama aku ingin membuat kopi hangat untuk minuman pembuka tim pendakian kami sebelum summit. Sandwich untuk tambahan energi, lalu menyiapkan bekal selama perjalanan menuju puncak. Bagi kebanyakan pendaki gunung, kopi pagi ibarat steroid untuk memulai harinya. Kopilah yang membuat mereka terjaga sepenuhnya, serta meningkatkan konsentrasinya. Intinya, kopi sangat penting bagi pendaki gunung yang membutuhkan konsentrasi tinggi dalam setiap langkahnya.
"Pagi, Rick. Kau bangun begitu cepat." Saat aku sedang memasak air dan membuat sandwich di area vestibule-ku, Nguyen Lien Lie mengagetkanku dengan suaranya yang lembut.
"Miss Lien Lie mau kopi hangat dan sandwich?" Aku menawarkan hasil jerih payahku pagi ini.
"Untukku?" Nguyen Lien Lie malah tidak percaya.
Ia memandangiku dengan pandangan galak. Kau tidak menaruh racun tikus di kopi dan sandwich itu, kan?