Pukul 16.45, Quỳnh Trang Vinh sudah lelah, namun ia ingin aku mengajarinya memancing sambil menunggu matahari terbenam.
Saat sang mentari samar-samar menunjukkan warna merah kegelapan dari belakang bukit, Quỳnh Trang Vinh berhasil mendapatkan dua ekor ikan nila, seekor ikan mas, dan seekor ikan mujair.
Aku lalu membentangkan matras lipat di depan lokasi tenda kami. Nguyen Lien Lie sedang memotong-motong ikan hasil jerih payah sahabatnya itu. Sisik-sisiknya dihilangkan, badannya dibelah menjadi dua, lalu durinya dibuang. Badannya lalu diiris-iris membentuk angka 1 yang berjarak 1 cm. Kemudian ia membalurinya dengan penyedap rasa. Sementara itu, Quỳnh Trang Vinh yang manja mendapat tugas menyiapkan peralatan memasak.
Saat tugasku sudah selesai, aku mencari kayu bakar di sekitar danau. Aku sampai bolak-balik lima kali sambil memeluk ranting-ranting kecil. Setelah tumpukan kayu itu cukup untuk menghangatkan area berkemah kami, aku mendekati Quỳnh Trang Vinh yang sedang memasak air di depan tenda.
"Ayo, sekarang Miss Vietnam harus belajar menyalakan api menggunakan fire stater," pintaku sembari mengumbar senyum genit.
"Aku tidak bisa, Rick."
"Makanya harus belajar. Yuk!" Aku menekan pipinya yang lembut.
"Tapi—"
Sebelum Quỳnh Trang Vinh mencari-cari alasan, aku terus mendesaknya dengan santun, "Udah, coba aja dulu. Yuk!"
Kalah oleh rayuanku, Quỳnh Trang Vinh terpaksa berkata dengan suara kecil, "Baiklah. Tapi, jangan galak-galak kalau mengajariku."
"Iya, iya, bawel!"