Bandara Internasional Lombok, di kala hawa dingin dan gerimis menyerang.
Pesawat Quỳnh Trang Vinh dan Nguyen Lien Lie berangkat pukul 9 malam. Jadi setelah sampai bandara 30 menit sebelum keberangkatan, kami bertiga berjalan menuju kedai kopi di lantai satu, yang berada di seberang bagian check-in.
Kami memesan minuman ringan dan memilih tempat duduk yang bisa melihat ke arah area penumpang menuju ke luar bandara. Setelah minuman tersaji di hadapan kami, Quỳnh Trang Vinh tiba-tiba meminta izin ke toilet. Sementara Nguyen Lien Lie langsung meminum pesanannya. Sedangkan aku bersiap memulai aksiku—mengeluarkan 'pelet' songket untuk Quỳnh Trang Vinh yang sudah kubeli mahal-mahal itu.
Aku menggenggam songket itu sambil menghirup aromanya. Bagaimana caranya memberikan ini kepada Miss Vietnam? Haruskah aku menyusulnya ke toilet dan memberikan hadiah ini di sana? Tapi, apa yang harus ku katakan ketika memberikan 'tanda cinta' ini? Bagaimana juga dengan reaksinya nanti? Hm….
"Apakah itu hadiah perpisahan untuk Quỳnh Trang Vinh?" Nguyen Lien Lie tiba-tiba menyadari aksiku, ia bertanya sambil melihat songket yang terlipat rapi di pangkuanku.
"Iya." Suaraku terdengar parau, malu, dan aku menjadi salah tingkah.
"Hmm… apa uangmu sudah hampir habis?"
"Tidak... mmm... masih cukup untuk pulang ke Jawa." Aku merasa Nguyen Lien Lie menganggap ini hadiah murahan.
"...." Ekspresi Nguyen Lien Lie yang sinis dan jutek itu semakin mempertegas ketidaksukaannya terhadap songket yang ingin kuberikan untuk Quỳnh Trang Vinh. Karena baper; aku jadi berubah pikiran untuk memberikan hadiah scarf kepada Nguyen Lien Lie.
"Miss Lien Lie, songket ini sekilas memang tampak biasa, tapi sebenarnya—"
Sebenarnya songket ini mewakili rasa cintaku kepada Quỳnh Trang Vinh, dan lebih dari itu, aku memberikannya dengan setulus hatiku, bahkan dari lubuk hatiku yang terdalam. Ini bukan barang murahan! Kainnya lembut sekali! Sangat berkualitas! Harganya cukup mahal! Lebih mahal dari kain kafan yang dijual di pasar!
"Sebenarnya apa?" Nguyen Lien Lie menatapku dengan ekspresi, 'Kalau kau berani mencintainya, kau akan kubunuh!'
"Sebenarnya... ini cuma songket biasa." Aku tersenyum bodoh.
Beberapa menit kemudian, Quỳnh Trang Vinh kembali dari toilet dan langsung menikmati kopi susu pesanannya. Dan pada saat itu juga, sayup-sayup terdengar suara operator maskapai Aero Plane mengumumkan bahwa penerbangan ke Bangkok akan segera diberangkatkan.