Homestay Pantura, Desa Alang-Alang.
Di sini lagi, berenang lagi, memancing ikan lagi, mengukir cerita lagi, sampai waktu yang tidak ditentukan.
Ombak pantai di belakang homestay semakin hari semakin bertambah besar. Cukup seru untuk berenang, namun perahu kecil itu, jangkarnya tidak cukup kuat menahan ombak. Dia akan selalu terseret ombak, terpontang-panting mengikuti arah angin. Ini berbahaya. Karena perahu kecil itu ibarat titik amanku ketika berenang.
Bersyukur adalah cara terbaik yang bisa kulakukan saat itu meskipun hatiku sedang dilanda kesepian. Namun, aku selalu berusaha menjalani hari-hariku di Karimunjawa dengan penuh semangat.
Setiap pagi, aku mengawali hari-hariku dengan jogging sejauh tiga kilometer. Lelah jogging, aku mampir ke sebuah restoran kecil untuk minum air kelapa muda dan sarapan pagi. Setiap bertemu dengan orang lain, aku selalu tersenyum dan menyapa mereka, lalu kami berbincang-bincang hangat tentang keindahan Karimunjawa.
Kendati begitu, saat aku berada di lingkungan homestay, Pak Kul selalu saja menanyakan Yukiko. Hal itu membuatku bersedih.
"Kapan pacar Mas Erick ke sini lagi? Eh, tapi jangan lama-lama pacaran lho, sebaiknya langsung menikah saja dan ajak dia tinggal di sini, mumpung harga tanah di Karimunjawa ini masih sangat murah." Setelah bergumam seperti itu, Pak Kul tersenyum lebar dengan bentuk mulut yang aneh dan wajah yang berminyak. Ujung matanya dihiasi sedikit kerutan.