...
"Dua tulang rusuk dan tangan kanannya patah, untuk proses penyembuhan setidaknya memerlukan waktu satu sampai tiga bulan perawatan."
Pria berkacamata itu menatap Ares yang tengah terduduk pada ranjang rumah sakit, wajahnya terlihat cemas dengan kerutan dalam pada dahi. Beberapa menit yang lalu dia datang dengan panik, seperti seorang suami yang mendapat kabar istrinya sedang dalam proses persalinan.
"Tidak harus transplantasi tulangkan, dok?"
"Ah...tidak, tidak seserius itu, Pak Areska hanya jatuh dari lantai dua anak tangga."
"Bagaimana dengan kondisi organ dalamnya, apa ada yang terluka?"
"Ah, tidak sampai organ dalam, maaf anda terlalu dekat."
"Ah, maafkan saya, saya terlalu panik."
Asisten itu membenarkan kacamata bacanya yang sedikit berembun di sana. Beberapa menit yang lalu seorang perawat meneleponnya, sepertinya bosnya menjadikannya sebagai salah seorang keluarga yang bertanggung jawab atas dirinya, dia tidak bisa menahan tangisnya segera. Bosnya benar-benar telah menganggapnya sebagai bagian dari keluarga, itu terlihat jelas dengan tidak adanya orang yang menjaga bosnya di sini, bisa dipastikan dia orang pertama yang mengetahui insiden yang terjadi, jadi bukankah dia termasuk orang yang spesial?
"Booosssss…!!!."
"Menjauh dariku."
Ares memberi jarak dengan kaki kirinya saat asistennya berusaha memeluknya, dia hanya menjadikan pria ini sebagai jaminan karena atmnya yang ketinggalan.
"Kenapa anda bisa sesial ini?"
Ares berdengus malas. darimana dia tahu? Seumur hidupnya dia tidak pernah mengalami kesialan sebelumnya, dia adalah pria dengan keberuntungan tertinggi. Tapi untuk beberapa waktu terakhir, sepertinya keberuntungan sedang tidak berpihak padanya.
"Lagian kenapa anda tidak memakai elevator saja?"
Ares mengeryitkan dahinya.
"Jika itu bisa, kau kira atas dasar apa aku harus memakai tangga darurat. Apa kau pikir aku sebosan itu sampai memutuskan untuk menghitung jumlah anak tangga? jika tidak mengingat meeting penting hari ini, aku tidak akan mau melakukan itu semua. Menuruni anak tangga? yang benar saja, aku menyewa apartemen mahal dengan fasilitas terbaik tapi apa yang aku terima?"
Ingatkan Ares untuk mengajukan keluahan nantinya.
"Kalau begitu bukankah lebih baik pindah saja?"
"Kenapa kau mengaturku? Kau sudah merasa berada pada posisi yang lebih tinggi dariku?"
Asistennya mengerucutkan bibirnya, bukannya bosnya tadi curhat mengenai fasilitas apartemen yang buruk? Dia hanya memberi saran kenapa bosnya ini marah?
"Lihatkan apa yang aku bilang, kesialan mengikutimu!"
Ares terkejut saat suara nyaring itu terdengar dari belakang asistennya.
"KAU...!"
"Saya, saya belum berkata apa-apa!"
Ares mengalihkan pandangannya pada sosok pria yang tengah panik di sana.
"Bukan kau, tapi dia!"
Asistennya menoleh ke arah yang dimaksud.
"Ah, anda jangan menakut-nakuti saya."
Asistennya ketakutan, dia pernah mendengar beberapa kisah horor mengenai rumah sakit ini, dan dia tidak pernah berharap bertemu dengan hal mistis seperti itu sekarang.
"Kau tidak melihatnya?"
Asistennya itu membeku seketika, udara terasa dingin dan mencekam, kakinya bergetar cukup kencang.
"Saya rasa, saya ada beberapa urusan, saya permisi."
Asistennya berlari cepat meninggalkan pintunya dengan keadaan terbuka.
Ares terdiam untuk beberapa saat, dia adalah pria dengan logika tinggi, untuk hal yang berhubungan dengan spiritual dalam konteks hantu dan sejenisnya adalah beberapa hal yang paling terlarang untuk dia percayai. Tapi jika dikaitkan untuk beberapa hal yang terjadi, tidak ada satupun hal masuk akal yang bisa dia jelaskan dalam situasi ini.
'Hah, kurasa aku memang butuh istirahat.'