Mobil mewah dengan plat berlapis emas itu berhenti di depan sebuah gedung berkaca yang tampak seperti kastil jika dilihat dari luar. Alex dan Arsen turun dari mobil, kemudian mobil pun lenyap ketika Arsen menekan salah satu tombol pada benda pipih di tangannya. Cara kerja mobil ini menggunakan metode sinar X, bukan lenyap sebenarnya tapi ia masuk dalam kapsid dan tersimpan otomatis di garasi tanpa perlu diparkir. Mobil ini sudah begitu lazim dikenal oleh orang-orang dizaman ini.
Tak hanya kasat mata, mobil ini juga menggabungkan tiga elemen, yaitu mobil, pesawat, dan roket. Dalam artian mobil itu bisa berjalan di aspal dan juga bisa terbang di ketinggian dua puluh kaki diatas tanah. Di zaman sekarang sudah berlaku lalulintas transit darat-udara. Harganya juga tentu sangat fantastis, bahkan tercatat hanya 1000 unit mampu diproduksikan dari seluruh dunia, Alex adalah salah satunya diantara seribu pemilik mobil canggih ini dari berbagai penjuru dunia. Selain bahan yang diperlukan untuk membuat mobil ini langka, permintaan terhadap mobil ini juga sangat banyak. Maka dari itu Alex sangat beruntung mendapatkan mobil ini dari papanya sebagai hadiah ulang tahunnya yang ke-18 tahun.
Kini Arsen dan Alex berdiri di depan gerbang yabg terbuat dari lelehan logam murni. Arsen maju terlebih dahulu dan mengeluarkan sebuah kartu identitas serta password yang bahkan Alex sendiri tidak mengetahui itu, ini kali pertama ia kembali sesudah perayaan ulang tahunnya dua tahun yang lalu.
Setelah seluruh badan Arsen ter-scan, gerbang besar yang menjulang itu perlahan terbuka, sebuah senyuman miring tercetak di bibir Alex. Pemandangan di depannya masih sama sejak dulu, belum tersentuh teknologi apapun. Taman yang hijau dan tumbuhan yang berjajar rapi, cukup sejuk nan asri.
"Silahkan masuk, Alex." Ujar Arsen, ia berjalan didepan sebagai pemandu bagi Tuannya. Arsen menjelaskan seluk-beluk laboratorium milik keluarga Kafian, ia sudah paham betul celah-celag disana, Alex diam-diam memperhatikan itu. Sahabat kecilnya sudah dewasa dan sangat profesional dalam bekerja, ia begitu salut kepada Arsen.
"Dua puluh langkah dari sini, kita akan bertemu dengan laboratorium khusus bapak Kafian, kita akan menemui ia disana." Ucap Arsen lagi bak guru yang sedang memandu perjalanan muridnya.
Hawa dingin dari ruangan itu seakan tak berasa di tubuh Alex, hawa kemarahannya mengalahkan hawa dingin ruangan itu mampu membuat atmosfer disekitar berubah panas dan mencekam. Tak ada suara yang ia keluarkan, hanya ada deru langkah dan mulut Arsen yang tak henti-hentinya mengoceh. Alex melihat sekeliling, laboratorium ini terlihat sepi, padahal ini adalah jam kerja, ingin hatinya bertanya kepada Arsen 'papa kemana?' namun bibirnya terlalu rapat terkunci.
"Ga mau masuk, Alex?" Pertanyaan Arsen menyadarkan Alex dari lamunannya, kemudian laki-laki itu pun langsung mengubah raut keterkejutannya dengan melangkahkan kakinya masuk ketika pintu itu terbuka secara otomatis.
Ruangan utama bangunan itu adalah laboratorium ini. Ruangan bernuansa kaca tebal berwarna putih itu memberikan ilusi optik bagai berjalan di atas laut lepas karena dibawahnya terdapat kolam besar di bawah tanah yang sengaja dilapisi kaca untuk menambah sensasi. Tak hanya itu, di dalam ruangan penuh dengan mesin-mesin canggih yang membuat siapa saja ternganga melihatnya. Bisa dibilang laboratorium ini adalah rumah di dalam rumah dengan luas yang cukup fantastis, bisa main bola sekomplek.
Di dalam ruangan itu terdapat enam profesor yang sibuk dengan kegiatan mereka masing-masing. Mereka tampak sedang merancang sesuatu dan menyiapkan sebuah proyek besar. Di sudut belakang terdapat sebuah pintu tempat lalu-lalang mesin pembawa kerangka robot yang hendak di uji coba, juga beberapa orang mendorong box kaca raksasa.
Klek!
Seseorang dari bilik besi keluar dengan stelan putih bak profesof hebat. Raut wajah beliau langsung sumringah tatkala melihat putra semata wayangnya itu menginjakkan kaki di rumah ini lagi. Ia berjalan mendekati Alex, semua orang langsung menyapa dan menunduk hormat kala sang profesor tersenyum kearah mereka. Di umur yang mendekati kepala lima, ketampanannya belum luntur sama sekali meskipun sudah mulai terlihat kerutan di lingkaran matanya.
Profesor Andra Kafian, papanya Alexandra Kafian. Keluarga kaya-raya asal Polandia yang berhasil merintis bisnis rakitan robotnya di daerah Yogyakarta, ketenarannya bahkan sampai ke benua Eropa bahkan marga Kafian yang sangat dijunjung tinggi di sana sebagai pembawa perubahan dalam dunia industri dengan berbagai alat canggih yang dihasilkan perusahaannya 'Kafian Corp.'
Sejak melihat kedatangan papanya Alex merasa jengah kali ini ia berhasil dibohongi dan dipaksa datang ke tempat yang sudah menjadi rumah bagi nya dulu. Dahulu ketika sang Mama masih hidup, ia selalu ditemani mamanya saat bermain bola di halaman depan. Peran sang ayah tergantikan oleh mamanya dikarenakan pak kafian terlalu sibuk dengan kerjaan yang baru dirintisnya, bisnis robotnya. Seharusnya sang ayah yang bermain bola bersama anaknya, bahkan Alex tidak pernah merasakan hal itu.
Sepuluh tahun yang lalu tempat ini adalah rumah terhangat baginya tapi semuanya direnggut oleh orang yang kini berdiri tepat di depannya, dari jarak satu meter ini Alex bisa melihat mata bening papanya penuh dengan penyesalan dan air mata tapi karena kemarahannya Alex tak mempedulikan hal itu, ia memilih duduk di kursi kemegahan sang papa.
"Selamat datang anak papa." Sapa Kafian. Dia mengelus rambut Alex dengan lembut, namun dengan cepat ditepis oleh Alex. Arsen yang melihatnya ingin menegur, tapi bapak Kafian malah terkekeh melihat kelakuan Alex.
"Cepat sekali sembuh anda, Tuan Kafian? Ah, hebat sekali teknologi terbarukan anda." Sindir Alex, ia membuang muka.
Mendengar itu Kafian terkekeh lagi, ia tahu anaknya pasti merasa kesal tapi dari kekehannya Kafian merasa hatinya remuk namun dia menutupinya dengan senyum masam. semarah ini kah kamu, nak?
"Aku tak mau basa basi, apa maumu?" Tegas Alex kemudian ia berdiri dengan tangan melipat didepan dada.
Kafian mengangguk dan mengarahkan tangannya mengisyaratkan Alex ke tempat yang dimaksud, sebuah ruangan terbentuk persegi dengan luas 3x3x3 meter.
Kafian jalan lebih depan sementara Alex dan Arsen mengikutinya dari belakang. Hanya Kafian dan Arsen yang tau apa yang ada di ruangan itu, mereka berjalan sambil berharap-harap cemas, sebuah hal besar sedang dirancang dalam ruangan itu dan akan mengejutkan Alex dan dunia kala memperlihatkannya secara publik Minggu depan.
Tangan Kafian berhenti di daun pintu, ia masih sedikit ragu untuk memperlihatkan ini kepada Alex, diliriknya Arsen kemudian lelaki berdarah Aceh itu mengangguk bahwa ia siap dengan apapun yang akan terjadi nanti.
Klek!
Ruangan itu terbuka lebar, disana ada seorang pria dengan pakaian yang senada dengan papa Alex. Pria itu bername-tag Qiau Yang. Seorang profesor asal China yang tak lain adalah suami bibinya sendiri. Qiau merotasikan matanya dan menangkap sosok Alex yang berdiri disana tersenyum sopan ke arahnya. Awalnya ia terkejut, tapi Kafian mengangguk mengisyaratkan bahwa ini akan baik-baik saja.
"Selamat siang, Paman." Sapa Alex.
"Siang juga, Alex." Balasnya canggung.
Kafian maju tiga langkah, ia meminta sebuah dokumen ditangan Qiau dan menekan tombol warna-warni yang Alex tidak ketahui apa fungsinya.
Setelah mengutak-atik sebentar, Kafian. Menekan tombol power berwarna merah di bagian tengah, lalu sebuah suara ceklist terpantul dari komputer besar tiga dimensi, dari arah atas terdengar deru suara komputer bak operator pada handphone yang kehabisan pulsa.
"Selamat datang profesor Kafian, cyboard AK-5 siap diluncurkan."