Deru mesin dan sirine polisi membuat keadaan di sekitar Kafian corp ricuh. Ditambah dengan ramainya wartawan yang ingin meliput berita terkini.
Alex dan yang lainnya baru saja sampai dan langsung mendapatkan sinar kamera yang memfoto mereka. Banyak juga yang bertanya kepada mereka perihal hilangnya cyboard yang padahal akan diluncurkan besok di depan istana presiden dan akan dipamerkan ke seluruh antero dunia. Peluncuran itu dia kini menjadi ajang bergengsi yang akan membuat Indonesia makin dihormati seluruh dunia.
"Bagaimana menurut anda tentang kehilangan cyboard ini?"
"Dia kabur sendiri atau dicuri?"
"Adakah keterkaitan dengan pihak lain?"
"Tolong berikan kami jawaban."
Berbagai macam pertanyaan langsung menghantam Alex, bahkan dirinya saja tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi. Ditambah lagi ia tidak suka dipotret dan merasa risih dengan keadaan seperti ini yang membuatnya pusing.
"MINGGIR! TOLONG BERIKAN JALAN!"
Sekitar 10 orang bodyguard dikerahkan untuk menjemput keempat remaja itu dan menolong mereka dari kericuhan di luar gerbang. Bila dilihat-lihat, keempatnya lebih mirip artis yang terkena skandal dan sedang dikejar oleh awak media sungguh keadaan yang melelahkan.
Alex dan kawan-kawan diarahkan menuju gerbang utama. Mereka merasa sesak diperlakukan begitu bagai dikejar-kejar zombie. Setelah masuk ke dalam ruangan dengan selamat, gerbang itu tertutup kembali. Ada rasa lega disana walau Alex tetap merasa gelisah dengan keadaan di dalam.
"Orang-orang pada kesurupan ya?" Arsen berkata dengan nafas terengah-engah. Dilihatnya orang-orang menggedor gerbang dengan menggoyangkannya dengan kuat. Arsen berbidik ngeri membayangkan gerbangnya roboh.
"Kayak mau demo ngga sih?" Pamella ikut nimbrung.
"Tapi mirip kayak artis dikejar media yang haus info dan rumpi." Tambah John lagi.
Sementara yang lain pada ngoceh, Alex dengan tak sadar langsung berjalan cepat menuju ke bangunan megah di hadapannya. Semua memori seakan-akan kembali berputar di otaknya di setia langkah yang ia pijakkan. Bayangan indah, kelam, manis dan pahit seolah kembali terulang bagaikan kaset tua. Bayangan ajak itu kembali menyusut emosi Alex.
Langkahnya semakin dekat dengan pintu utama namun sesuatu menghentikannya ketika melihat sosok itu yang melambaikan tangan ke arahnya lalu seketika menghilang.
Alex memegang dadanya yang sakit, jujur ia melihat cyboard itu membantu ya untuk mengikhlaskan sang mama, namun apa daya nya sekarang robot itu menghilang. Tangan Alex berhenti di pintu utama, sedikit lagi dorongan maka pintu akan terbuka. Tapi Alex tak kuasa melakukan itu, tangan dan kakinya bergetar.
"Gua paham apa yang lo rasain." Ucap Arsen kembali menguatkan Alex.
Ditatapnya tangan yang digenggam Arsen, tangan lelaki yang lebih muda daripada nya itu sangat hangat, Alex tersenyum.
Tak lama tangannya yang sebelah lagi digenggam Pamella tangan Pamella sebelah lagi digenggam John. Alex dan yang lainnya tertawa geli. Mereka ini seperti anak-anak, masih ingin bermain-main tapi dari keragaman tadi menunjukkan mereka menuju dewasa.
"Jangan ragu, kita masuk ke dalam sama-sama. Apapun Yang terjadi, aku dan yang lainnya akan tetap ada untuk bantu kamu, kita hadapi bersama." Ujar Pamella.
"Gua percaya kalian."
Alex melepaskan genggaman tadi dan mendorong pintu. Dari dalam tampak beberapa orang berlalu lalang di sekitar sinar biru yang merupakan garis polisi, ada juga tanda silang merah dan lubang di sekitar kaca besar, Alex yakin cyboard itu kabur melewati tempat itu.
"Alex?" Tuan Kafian terkejut mendapati Alex disana. Tidak seperti yang diduga karena Alex berkali-kali marah kepadanya perihal robot ini, namun kini ia merasa Alex mulai memahami.
"Dimana robotnya?"
Pertanyaan Alex membuat perasaan Tuan Kafian menghangat. Kekawatiran itu mengundang senyumannya.
"Dia nggak mungkin kabur gitu aja kan?"
"Papa udah cari keberadaannya?"
"Papa pakai kan dia traker kan?"
"Udah lacak titik Hilang terakhirnya dimana?"
"Alex bantu bapak nyari dia!"
"Papa denger ngga sih?!"
"Pa!"
Kafian sedikit tersentak, untuk sekian lamanya ia baru merasa anaknya telah kembali ke dalam hidupnya setelah bertahun-tahun menghilang. Alex, putra semata wayangnya sudah hadir di tengah-tengah kericuhan ini, ada sedikit rasa bersyukur dengan keadaan ini, terlebih dengan kekawatirannya.
"Eh iya, papa lagi nyari." Keterkejutan Kafian membuat dirinya terbata-bata sendiri menjawab pertanyaan Alex, ia meringis pelan.
Entah diminta maupun tidak, Pamella langsung maju dan bergabung dengan beberapa profesor yang berkutat dengan komputer 3D. Semua orang terkejut melihat ia menggerakkan mouse dan mengetikkan sesuatu dengan cepat. Dengan piawai ia terus berkutat dengan alat canggih itu.