Deru mesin mobil Alex dimatikan, keempat remaja itu turun dari mobil di sebuah tempat terpencil yang lebih mirip sebuah hutan belantara yang jauh dari permukaan penduduk. Keempat remaja itu bahkan baru tahu ada tempat seperti ini, tempat yang masih asri, tanpa sentuhan teknologi di sekitarnya. Pantas saja jika signal di tempat ini tidak terdeteksi.
"Perusahaan Kafian corp berdiri di ujung kota dan bahkan berada di tempat yang jarang manusia untuk mengurangi kontak radiasi yang dipancarkan dari percobaan alat-alat canggih, bahkan daerahnya hampir dekat pesisir laut dan tidak strategis. Sementara tempat ini bisa kita sebut hutan belantara yang penuh dengan semak belukar. Jika pencuri robot itu benar adanya, berarti ia merencanakan pencurian ini jauh-jauh hari. Sangat cerdas taktik dan strateginya. Gua rasa dia adalah orang sekitar." Terang Arsen.
"Menurut gua juga gitu, setelah 20 tahun di Indonesia, baru tahu ada tempat seperti ini."
"Ayah juga nggak pernah cerita." Nimbrung Pamella.
"Menurut gua, hutan ini lebih pantas disebut hutan lindung, dimana pohon disini kayak belum ada penebangan sedikit pun, semak belukar hidup merata, dedaunan yang jatuh menandakan belum pernah ada orang yang sampai disini. Sepi, kasus pencurian dengan strategi yang sangat rapi, takjub gua liatnya." John ikut berpendapat.
"Tumben bijak."
"Hei jaga mulut anda Arsen! Gua ini emang pinter sejak orok, cuma males aja pamerin ke kalian." Ucap Arsen dengan songongnya.
"Iya deh iya, yang lebih pinter dari gua."
Krak!
Suara patahan kayu membuat mereka was-was. Alex langsung memberikan aba-aba untuk menunduk. Dengan langkah pelan, ia mendekati sumber suara, tak lupa dengan sebuah pistol ditangannya.
"Sen, Lo ikut gua kesana. John Lo jaga Pamella, tempat ini terlalu bahaya." Instruksi Alex.
Mereka semua mengangguk dan mengeluarkan pistol masing-masing, Alex dan Arsen maju bersamaan dengan sikap siap siaga bila tiba-tiba ada serangan mendadak.
John dengan pistol kecilnya mengitari pandangannya ke sekitar. Jujur seumur hidupnya ia belum pernah terbiasa menembak di alam terbuka begini. Ia khawatir jika tiba-tiba keluar orang bersenjata lengkap lalu menerjang mereka. Terlebih bersamanya ada Pamella yang hanya seorang gadis biasa yang tidak mengerti bagaimana menggunakan senjata mematikan.
"Mel, Lo takut ngga?" Tanya John dengan nada menakut-nakuti.
"Kalo kamu aja takut, aku apalagi. Tapi kalo kamu ngga takut aku aman, soalnya ada kamu disamping aku."
"Sumpah ya, gua ngerasa kita kayak pacaran." Ucap John yang merasa geli ketika Pamella berbicara pake aku-kamu.
"Kenapa?" Tanya Pamella penasaran.
"Aneh banget soalnya Lo ngomongnya pake aku-kamu. Ngerasa kayak udah suami istri ngga sih?"
"Ya ngga lah."
"Alasan Lo ngomongnya pake aku-kamu ke orang tu kenapa sih?" Tanya John.
"Ya, biar lebih sopan aja gitu." Jawab Pamella jujur apa adanya.
"Soalnya ayah aku dari dulu ngga pernah ngomong kasar gitu ke aku, jadi kebawa sampe sekarang sama aku untuk selalu sopan kalo ngomong sama orang." Tambah Pamella.
"Iya sih, nanti kalo aku punya anak mungkin bakalan ngajari kayak ayah aku ajarin ke aku sih." Ucap Pamella.
"Wah, udah mikir sampe punya anak aja Lu, cari lakinya dulu." Ucap John.
HAHAHA.
"Tapi serem banget ya, creepy gua." Ucap John.
"Masa jadi cowok penakut sih? Ngga gentleman banget tau nggak, jadi cowo tu harusnya penakluk bukan penakut." Ejek Pamella.
"Gua juga ada perasaan, dodol!"
"Yaudah, ga usah nge-gas dong ngomongnya!"
"Lo yang sewot, sangat membagongkan."
"Gausah ngatain dong!"
"Gua kan punya mulut!"
"Tapi aku ga suka kamu ngatain gitu." Ucap Pamella.
"Suka-suka gua lah, mulut gua juga! Lo tersinggung?"
"Ya iyalah, aku kan juga punya perasaan."
"Oh, sama dong kita Mel."
Bukan John namanya kalo kalah telak dalam berdebat, apalagi dengan perempuan yang ia suka, dia jagonya. Suka caper emang anaknya.
"Emang kamu punya perasaan?"
"Ya punya lah."
"Sama siapa coba?"
"Sama Lo!"
Mengatakan itu secara refleks membuat John terdiam. Mulutnya yang suka merocos begitu saja berhasil mengungkapkan isi hatinya yang terpendam sejak lama. John dibutakan mendadak oleh ucapannya. Ia sendiri mati kutu dan tak bergeming di tempat.
Tak!
Satu jitakan maut berhasil mendarat tepat ditengah kepala John. Ia meng-aduh kesakitan. Memang tubuh Pamella kecil tapi sekali jitak atau sekali jewer itu sakitnya kebangetan.
"Sakit, monyet!"
"Makan tuh sakit!"
Pamella kesal lama-lama berdebat dengan John, ia segera berjalan menuju kearah Alex dan Arsen. Segenap kemarahannya mampu membuang seluruh rasa takutnya. Hentakan kaki Pamella jelas menyiratkan kekesalannya.
"Ngungkapin perasaan gini amat ya sakitnya, sabaran John, ya Tuhan." Beo John sambil mengelus dada.
Dilihatnya punggung Pamella yang semakin menjauh.
"Punya temen gini amat ya, Nasib lah, Mel" ucap Pamella.
Setelah mengatakan itu John akhirnya ikut mengekori Pamella dari belakang, ia masih punya perasaan untuk tak meninggalkan Pamella sendirian. We never now mungkin ada hantu di siang bolong dan Pamella diculik oleh hantu tersebut, Ngeri.
***
Alex dan Arsen, semakin mendekati semak-semak yang bergerak. Mereka yakin jika asal suara itu dari sana. Suara semilir angin dan deru nafas serta dentuman jantung mengiringi mereka. Alex memegang sebuah pistol ditangan kanannya dan tangan satu lagi ia ulurkan untuk memeriksa semak-semak dihadapannya. Dengan gerakan cepat ia melompat.