"Begini Pak, karena hari pernikahan tidak lama lagi. Dan belum ada kepastian mengenai kondisi Dewi, maka kami memutuskan untuk mengganti pengantin wanita," ucap Ayah Agung dengan tegas. Tak ada rasa bersalah dari nada bicaranya. Bahkan terkesan meremehkan dan lega karen batalnya pernikahan Agung dan Dewi.
"Kalau memang itu yang terbaik, saya tidak keberatan. Karena memang kondisi putri saya yang tidak menentu. Dan saya rasa mengganti pengantin wanita adalah keputusan yang tepat," ucap Ayah Dewi dengan nada bergetar. Seperti menahan amarah, namun tak sanggup untuk meluapkannya.
Dalam hatinya berkata, "jika bukan karena putriku, aku juga tidak menyetujui pernikahan gila ini."
Ayah Dewi menatap ke arah Agung dengan tatapan seperti menuntut penjelasan. Namun saat mata mereka beradu, Agung seperti mengalihkan pandangannya. Seperti tidak ingin memberi penjelasan kepada mantan calon ayah mertuanya.
Sudan dapat ditebak, jika Dewi tidak kecelakaan dan menikah dengan Agung. Dapat dipastikan Dewi tidak akan bahagia dan akan tertekan berada di keluarga seperti itu. Dengan mudahnya mengganti pengantin wanita dari pada menundanya. Hanya karena kondisi Dewi yang tidak tentu bagaimana kedepannya. Paling tidak ini awal terbongkarnya kebusukan keluarga RT di kampungnya.
Usai membicarakan pembatalan pernikahan dan pergi tanpa ada kata maaf, Agung bahkan tidak mencium punggung tangan Ayah Dewi sebagai rasa hormat kepada orang tua. Ayah Dewi hanya menggelengkan kepala melihat tata krama putra dari seorang RT di kampungnya.
"Apakah seperti ini seorang pimpinan mendidik anaknya," gumam Ayah Dewi heran.
Tak mau membuang waktu, Ayah Dewi segera bergegas menuju Rumah sakit. Sesuai instruksi perawat, Dewi kemungkinan sadar hanya 30%. Itu artinya, tipis sekali harapan untuk Dewi bisa sembuh seperti sedia kala. Apalagi dua operasi besar yang dialami dalam waktu dekat.
Ayah Dewi sudah berada di ruang perawatan kelas Presiden di Rumah Sakit ini. Tentu saja dengan fasilitas lengkap dan dokter jaga khusus yang memantau selama dua puluh empat jam. Entah keluarga seperti apa yang menabrak Dewi, kenapa dia memberi fasilitas perawatan yang super mewah seperti ini.
Setelah dirawat di ruang rawat, setidaknya Ayah Dewi dapat menunggu putrinya tanpa khawatir diusir petugas. Sebuah tempat tidur king size, dengan fasilitas alat medis lengkap. Dan juga ada kamar khusus untuk penunggu. Bisa dikatakan bahwa ruangan ini lebih seperti hotel bintang lima bagi para pasien. Bahkan yang bertanggung jawab untuk mengontrol perkembangan Dewi adalah seorang petinggi Rumah Sakit ini.
Sudah hampir dua minggu Dewi tak sadarkan diri, namun kondisinya masih stabil dan tidak ada penurunan. Hanya saja Dewi tak kunjung sadarkan diri. Selama dua minggu itu, setiap kali Ayah Dewi pergi. Selalu ada seseorang yang memeriksa keadaannya sambil membawa bunga mawar merah sebagai hadiah, tanpa kartu ucapan.
Setahu Ayah Dewi, bunga itu memang dari rumah sakit sebagai pengganti aroma terapi bagi pasien.
Dalam kurun waktu dua minggu, belum ada tanda tanda Dewi akan siuman. Sampai suatu malam, kondisi Dewi melemah. Jantungnya semakin tidak stabil. Napas juga tersenggal-senggal. Bahkan respon dari matanya semakin melemah. Alat kejut jantung pun sempat di Gunakan untuk memicu kembali detak jantung Dewi.
Beberapa kali alat itu dipakai sampai kondisi Dewi kembali normal. Semua perawat dan dokter yang bertanggung jawab akhirnya lega setelah Dewi kembali membaik.
"Bagaimana kondisi putri saya dok," tanya Ayah Dewi saat petugas medis keluar ruangan dengan perasaan lega.