Pagi-pagi sekali aku sudah berada di sekolah, melewati setiap koridor kelas sambil memperhatikan sekitar yang masih sepi. Sekolah yang terlihat kecil dan sedikit kumuh. Benar-benar bukan sekolah impianku.
"Alle" panggil seseorang, aku menoleh kebelakang ternyata Fania yang memanggilku.
Fania adalah satu-satunya orang yang aku kenal disini, dia teman sejak aku masih di sekolah dasar. Fania orang yang sangat mengasyikkan, dia sangat ramah pada siapapun dan memiliki banyak teman dimana-mana. Berbeda denganku, aku sangat pendiam dan pemalu. Padahal ini sudah hari ketiga Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS), tapi aku masih belum memiliki teman.
"Eh Fan, yuk ke kelas bareng" ajakku pada fania sambil menggandeng tangannya. Ini salah satu kebiasaanku sejak dulu, ketika jalan beriringan harus menggandeng tangan seseorang.
"All, sekarang pembagian kelas kan? Pasti lo masuk Ipa, lo kan pinter matematika" ucapnya yang hanya aku aamiini saja, karena aku memang ingin masuk Ipa.
Srett, aku membuka pintu kelas yang masih tertutup rapat. Di dalam kelas masih kosong, belum ada seorangpun yang datang kecuali aku dan Fania. Aku langsung masuk dan menaruh tas ku di meja tempat aku duduk, begitu juga Fania.
Kalau dilihat-lihat kelas ini tidak seburuk yang aku pikirkan, bangunannya masih baru. Tidak semua kelas, hanya 3 dari semua. Beruntungnya aku mendapatkan kelas yang bagus.
Beberapa menit berlalu, sudah banyak siswa yang mulai berdatangan. Fania sudah membaur dengan mereka, sedangkan aku masih duduk di kursiku sejak awal sambil membolak-balikan lembaran buku. Bukan pura-pura rajin, tapi untuk menghilangkan kebosanan walaupun sebenarnya rasa bosan itu tidak hilang.
"Woi kantin yuk" teriak seorang lelaki dari luar kelasku dengan pakaian yang berantakan dan tidak memakai atribut sekolah. Yang lebih parahnya dia memakai sepatu warna pink. Astaga, manusia macam apa dia berani-beraninya datang ke sekolah dengan penampilan seperti itu.
"Kantin bray" beberapa dari siswa di kelasku mulai meninggalkan kelas menuju kantin, padahal sekitar 5 menit lagi bel tanda masuk berbunyi.
Fania masih asyik dengan yang lain, aku kembali membolak-balikan lembaran buku. Jangan ditanya kenapa aku tidak memainkan ponsel, karena peraturan selama MPLS ini tidak diperbolehkan membawa ponsel.
"Samlekom" seorang siswi masuk ke kelas dengan santainya. Membawa tas kecil yang mungkin buku saja tidak bisa masuk. Salah satu siswi cantik di kelasku.
Tingkah laku orang-orang disini sangat asing bagiku. Banyak yang tidak disiplin dan seenaknya.
Tring!! Bunyi bel masuk, anak-anak langsung duduk ditempatnya masing-masing.
"Woi ada kakak pembimbing, cepetan masuk kelas" seru anak lelaki yang memakai sepatu berwarna pink tadi diikuti teman-temannya.
Tak lama ada kakak kelas yang datang untuk membimbing seperti hari-hari kemarin.
"Sebelum memulai aktivitas alangkah baiknya kita berdoa, berdoa menurut agama dan kepercayaan masing-masing dimulai" seketika semua langsung menundukan kepala dan sunyi. "Selesai" lanjut kakak kelas itu.
Kebetulan salah satu kakak kelas yang membimbing di kelasku adalah ketua osis, Rendra Saputra. Tinggi dan tegas serta sangat tampan. Tak sedikit wanita yang mencari perhatiannya, tapi tak satupun yang dihiraukan olehnya.
"Sekarang berdiri dan kalungkan poto kalian dengan kakak pembimbing yang sudah diperintahkan kemarin. Yang tidak memakai, siap-siap untuk dihukum. Apa ada yang mau ditanyakan?" jelasnya.
Salah satu siswi yang duduk paling belakang mengacungkan tangan untuk bertanya "Kak maaf, kemarin kata kak Sisil disuruh poto sama kambing. Saya udah poto sama kambing engkong saya, kok sekarang sama kakak pembimbing?"
Sekelas tertawa mendengarnya, akupun tak bisa menahan gelak tawaku. Benar-benar polos anak yang satu itu.
"Kambing itu singkatan dari kakak pembimbing, aduh kamu ada-ada saja. Yasudah maju kamu" ucap kak Rendra sambil tertawa. Baru kali ini aku melihat kak Rendra bisa tertawa lepas seperti itu.