Aku keluar dari kamar mandi, saat ini, pada waktu sekitar sejam sebelum aku akan menerima Tanda Penghargaan dari semua upaya-usahaku. Kakiku melangkah hingga sampai di depan cermin yang tertempel di pintu sebuah lemari. Kemudian aku meluruhkan handuk biru muda yang kuletakkan di abhu kiriku, lalu menaruhnya ke tempat sampiran kayu bercat hitam.
Aku yang tinggal memakai celana boxer brief putih dan kaus dalam yang sewarna dengan boxer, melapisi tubuhku dengan pakaian lain: sepasang celana panjang dan baju seragam Akademi Rasayana yang sebelumnya telah kupersiapkan di gantungan pakaian. Tak lupa aku memasang baret ke kepalaku, juga menyelipkan pedang pora di pinggangku.
Ada beberapa macam seragam Akademi Rasayana: pakaian dinas harian, pakaian dinas lapangan, dan pakaian dinas upacara. Meski berbeda-beda motif dan emblem kepangkatan-kehormatan, namun pakaian-pakaian dinas tersebut mempunyai kesamaan: warna dasar khas Akademi Rasayana, warna hitam. Untuk acara yang nanti aku hadiri, yaitu pelepasan kelulusan sekaligus penghargaan Adhi Makayasa kepada lulusan terbaik, aku memakai seragam pakaian dinas upacara. Selain dari Akademi Rasayana, acara tersebut juga diikuti oleh para lulusan akademi kepolisian dan akademi angkatan bersenjata dari tiga matra –darat, laut, dan udara.
Pakaian dinas upacara merupakan seragam dengan penempelan emblem kepangkatan-kehormatan paling lengkap. Aku yang sudah selesai mengenakan seragamku, mengamati pantulan di cermin. Batinku, sudah bagus, lengkap. Saat mataku melihat sebuah emblem yang terpasang di dada kanan, refleks senyumku terkembang seraya tangan kananku memegang emblem yang tak dimiliki seorang pun di Akademi Rasayana selain oleh Caturtus Mardikanggakara Askararka.
Tentu saja, emblem di dada kananku adalah emblem yang khusus diperbolehkan dipakai untuk peraih penghargaan Adhi Makayasa. Tahun ini aku adalah salah satu dari hanya dua orang yang mendapatkannya. Aturan emblem istimewa ini sendiri hanya khusus untuk Akademi Rasayana saja, tidak berlaku untuk akademi angkatan bersenjata ataupun akademi kepolisian.
Keistimewaan lulusan Akademi Rasayana lain, adalah kepangkatan. Sementara lulusan dua akademi bersenjata lain akan menerima pangkat Letnan Dua, lulusan Akademi Rasayana mengemban pangkat yang dua tingkat tinggi, yaitu pangkat Kapten. Aku dan seorang pemilik emblem eksklusif tahun ini mendapat keistimewaan yang lebih lagi: kami akan menyandang pangkat Mayor di depan nama kami.
Pemilik emblem itu, selain menerima rancangan emblem yang disarankan Akademi, juga punya hak istimewa untuk merancang sendiri bentuknya. Sebelum dipakai, tentunya rancangan emblem tersebut wajib diperiksa bagian phaleristic Akademi Rasayana –divisi yang mengatur lambang, motif-dekoratif seragam dan emblem yang dipakai Akademi. Hal itu bertujuan agar bentuk dan makna emblem tidak melanggar ketentuan Akademi.
Sudah pasti, emblem yang kukenakan telah mendapat izin dari phaleristic Akademi. Aku masih ingat, para anggota phalersitic termasuk Pak Darun Devara Radeva, ketua divisi tersebut, menilai emblem rancanganku begitu menarik. “Berasal dari dalil matematika sederhana, dikombinasikan dengan persoalan keseharian, dengan makna bentuk rancangan yang dalam,” begitu komentar Pak Darun.
Emblem itu merupakan rancanganku sendiri. Inspirasinya, dari suatu problem yang berkaitan dengan dalil matematika Pythagoras. Seperti yang telah banyak kita ketahui, dalil atau teorema Pythagoras adalah dalil tentang segitiga siku-siku yang menyatakan bahwa panjang sisi miring kuadrat segitiga sama dengan jumlah panjang alas kuadrat dan panjang tinggi kuadrat dari segitiga tersebut.
Problem matematika yang kemudian menjadi inspirasiku adalah sebagai berikut:
Kita memiliki busur dan gergaji, serta tiga besi masing-masing sepanjang 7 meter, 4 meter, dan 3 meter. Kita ingin memotong besi 7m menjadi dua bagian: 5m dan 2m. Tanpa meteran atau penggaris, bagaimana cara mendapatkan dua besi yang diinginkan, dengan hanya membuat satu kali susunan dari ketiga besi tersebut?
Jawabannya, adalah dengan cara mengatur ketiga besi tersebut menjadi segitiga siku-siku. Besi 4m dan 4m diatur tegak lurus berimpitan membentuk sudut 90o. Busur dapat kita pakai untuk memastikan sudut yang terbentuk merupakan sudut siku-siku. Kemudian besi terpanjang, 7m, diatur menjadi sisi miring atau hipotenusa. Di sinilah dalil Pythagoras berperan: panjang kuadrat besi 4m ditambah panjang kuadrat besi 3m sama dengan panjang kuadrat 5m, atau bila dinyatakan dalam persamaan matematika, 42 + 32 = 52. 5 meter tentu didapat dari besi terpanjang, 7m, dan sisa 7m dikurangi 5m adalah 2m.
Begitulah cara membagi besi 7m menjadi besi 5m dan 2m, dengan hanya satu kali susunan. Aku ingat, pertamakali aku mencorat-coret problem sederhana ini dengan tinta biru dan hitam. Tinta biru untuk menandakan besi, sementara tinta hitam untuk menandakan gergaji dan busur.