Misteri Bait Astavacas: Petualangan Matematika & Simbol

RK Awan
Chapter #14

Ruas XIV. Cawan Kaca Bait Astávacas, Bahasa Arin, dan Risalah RK Awan

Beberapa jam lalu, aku dan Ragunanzu mengamati sebuah benda yang mirip dengan cawan Petri yang ada di laboratorium-laboratorium. Benda silindrikal itu juga bening, terbuat dengan kaca –sudah kupastikan dengan memegangnya, namun dengan ukuran yang lebih besar: diamaternya mencapai 28 cm dan tinggi pinggirannya mencapai 6 cm. Yang paling berbeda, pada bagian tengah cawan itu, terukir tulisan-tulisan yang kemudian diberi warna hitam.

Perhatikan : Pada awal-awalnya adalah

Bacalah      :

Universum yang lain seolah tercipta ketika nur syamsu tak bisa disaksikan netra akibat datangnya gulita malam.

Akibat kidung Bait Astávacas yang pertama kali kudengar sekitar pukul delapan malam kurang delapan dari Ayah.

Nyanyian Bait delapan baris itu dilagukan Ayah secara klise.

Vista tersurat-terucap berurutan dari baris awal hingga akhir, dan tiap baris mengandung kode.

Untaian tiap muradif, bagi tiap manungsa punya makna yang belum tentu sama.

Rangkaian makna, kadang dipertentangkan mana yang tepat.

Sang Bait akan diartikan tiap tempat, tiap waktu, dan tiap pribadi.

Impian, rasa, timbangan, dan intelegensi tiap orang akan menentukan arti.

Aku mendengar nyanyian Bait Astávacas Ayah berhenti setelah 495 detik, tepat pada pukul 20:16.

Pada akhirnya        : Datanglah dua dari kalian yang telah menghadapi amoeba ke tempat itu. Pada tengah bulan, saat sinar matahari tak lagi pegari, ketika tampak kirana matahari dari lain galaksi. Bila telah sampai di depan Gerbang Tabir Merah, gunakan Cawan Petri ini untuk membaca tulisan yang tak terlihat secara kasat mata.

Tulisan itu menggunakan bahasa kami, dengan beberapa kata yang jarang digunakan. Aku dan Ragunanzu juga telah membaca sebuah kertas yang berisi beberapa kata yang jarang dipakai beserta maknanya dari tulisan di Cawan. Sebenarnya, tanpa membacanya, kami sudah paham makna kata-kata yang tertulis di kertas tersebut:

-         Universum = alam semesta; jagat raya.

-         Vista = pemandangan (dari ujung jalan yang kanan kirinya berpohon); rangkaian kejadian (pemandangan dan sebagainya).

-         Pegari = tampak; kelihatan; muncul.

-         Kirana = sinar; molek; cantik; elok.

Penulis daftar kata di kertas daftar tersebut, adalah Pak Barata Ekadanta Kirussan. Ialah yang pada dini hari tadi, ketika sedang bertemu di rumah Pak Presiden Nawa, ditelepon oleh istrinya. Para hadirin di rumah Pak Nawa menjadi saksi keterkejutan Pak Barata yang menyebut “paket misterius” dan “cawan”. Segera setelah itu, Pak Barata minta izin untuk pulang. Beberapa belas menit kemudian –beberapa belas menit yang kuperkirakan cukup bagi Pak Barata untuk menempuh jarak dari rumah Pak Nawa menuju rumahnya, giliran Pak Nawa yang menerima panggilan telepon.

Rupanya Pak Barata yang menelepon Pak Nawa, yang membuatnya sempat keluar dari ruang pertemuan. Lalu begitu kembali, Pak Nawa berkata kalau kami semua harus menunggu Pak Barata kembali. Katanya, ada suatu kabar penting. Ia juga bilang, “Terlebih kalian Ragunanzu dan Caturtus. Sebaiknya kalian meningkatkan kewaspadaan kalian.”

Waktu itu aku dan Ragunanzu menyanggupi, tentu dengan pertanyaan mengapa Pak Nawa berkata demikian. “Saya menyanggupi. Tapi bila berkenan, mengapa Pak Nawa menyarankan demikian?” Pak Nawa menyatakan bahwa kemungkinan paket itu merujuk suatu tantangan yang ditujukan untuk aku dan Ragunanzu. Tak ayal, ucapan itu membuat para hadirin di ruang pertemuan lebih tegang.

Begitu kembali ke ruang pertemuan, Pak Barata menceritakan rangkaian kejadian setelah ia minta izin pulang akibat telepon istrinya. Setelah perjalanan bersama sopirnya, ketika sampai di rumahnya ia mendapati apa yang dikabarkan istrinya benar: di rumahnya, tergeletak suatu paket misterius. Entah bagaimana caranya, tapi Pak Barata menduga kalau paket itu dilempar, karena paket itu pertama kali ditemukan satpam rumahnya setelah terdengar suara gedebum. Ketika ditemukan, paket itu hanya terbungkus dengan plastik bening, yang membuat si satpam tahu apa isinya. Kemudian penjaga rumah itu melaporkan hal tersebut kepada nyonya rumah –yang diteruskan kepada Pak Barata via telepon.

Kemudian Pak Barata dengan bantuan alat-alat meneliti paket itu, memastikan tak ada bahaya atau jebakan. Setelahnya ia menelepon Pak Presiden Nawa, memberi kabar tentang cawan itu. Setelah mengambil barang-barang bawaaan tambahan seperlunya, Pak Barata kembali menuju rumah Pak Nawa secepat mungkin. Begitu sampai, ia memperlihatkan paket misterius dan menceritakan kisahnya.

“Begitu aku sampai di rumah, dan melihat paket itu, aku langsung bilang saja pada istriku, mungkin cuma orang iseng,” cerita Pak Barata, “Kulihat dari rautnya, istriku tak percaya itu cuma orang iseng, tapi itu yang kukatakan untuk sedikit menenangkannya.”

Pak Arya menanggapi, “Istri Pak Barata mendapati paket ini, pada dini hari, tambahan lagi dengan huruf-huruf asing yang ada di sini, mau tak mau menimbulkan suatu sangkaan –dan kekhawatiran.“

Lihat selengkapnya