Perhatikanlah susunan ini:
Kata-kata di atas berturut-turut merepresentasikan satu sampai sembilan.
Ingatlah konstanta XV kotak ajaib dan ubahlah konstelasi kata-kata di atas. Itu akan menjadi irsyad untuk memilih loka, rona, dan rupa di Dua Pilar yang akan membuka Gerbang menuju jalan selanjutnya.
Kemudian bawalah dua segitiga dari bagian atas Dua Pilar, pasang ke dinding pada Timur dan Barat nonagon pada ujung jalan. Kalian akan berjumpa, yang bertalian dengan ganjil dan prima.
“Kotak ajaib,” kata Ragunanzu. “Sebaiknya kita turun dulu.”
“Itu pasti Dua Pilar yang dimaksud, ayo,” ujarku sambil menunjuk sebuah pal, yang tingginya kurang lebih sama dengan besi yang tadi dicabut Ragunanzu tadi: setengah tinggi tubuh kami. Dua pal yang ada terletak di tepi-tepi bagian kalimat awal ‘Perhatikan susunan ini:’, pada sisi kiri tulisan ‘Perhatikan’ dan pada sisi kanan tulisan ‘ini:’.
Aku membuat tangga pugaba baja grafena untuk turun ke kedalaman lima meter. Begitu kakiku dan Ragunanzu menapak ke lantai, aku menonaktifkan pugabaku. Sementara Ragunanzu terlihat menaruh lidi besi di atas lantai, kemudian mengeluarkan secarik kertas dari dalam tasnya.
“Ayo kita periksa masing-masing pal,” ajakku sembari berjalan mendekat ke pal di sisi kanan, yang di dekatnya tergeletak prisma enneagon yang tadi menutupi lidi besi.
Aku memperhatikan tonggak berwarna cokelat itu, rupanya sebuah prisma segitiga sama sisi. Kemudian aku berjongkok, mendapati pada ketiga sisi prisma tersebut memiliki rancangan yang sama: seperti kunci kopor enam angka yang kami jumpai di pintu gedung pentagon, bedanya kali ini hanya sebuah saja, dan juga tidak aku temukan pilihan angka yang bisa digeser. Dari masing-masing ketiga sisi, yang aku kutemukan adalah: pilihan arah mata angin, pilihan warna, dan pilihan bentuk-bentuk geometri seperti segitiga, trapesium, dan sebagainya.
Aku coba-coba menggerakkan pilihan, ternyata tersedia delapan pilihan pada setiap kunci. Delapan arah mata angin dari Utara hingga Barat Laut. Kemudian delapan warna: warna hijau, ungu, biru, biru laut, kuning, jingga, nila, dan magenta. Sedangkan pilihan bentuk geometri yang tersedia adalah persegi, persegi panjang, lingkaran, segitiga sama sisi, trapesium, pentagon, heksagon, dan oktagon.
“Arah mata angin, warna, dan bentuk geometri. Apa di pal itu juga?” tanyaku pada Ragunanzu.
“Ya. Di tonggak ini juga sama. Sepertinya ini yang dimaksud ‘loka, rona, dan rupa’ di teka-teki lantai itu,” jawab Ragunanzu.
Terlihat, Ragunanzu menulis sesuatu pada secarik kertas yang tadi ia keluarkan. Aku yakin ia sedang membuat coret-coretan untuk memudahkannya menyelesaikan teka-teki. Memang, bisa saja ia membuat coretan dengan pugaba, namun ia memilih untuk menyimpan energi pugabanya atau virya-nya untuk hal lain.
Aku bisa menebak apa yang ia tulis: delapan susunan dari kumpulan sembilan angka, dan delapan susunan kata-kata yang ada di teka-teki yang telah ia ubah urutannya. Yang disebutkan teka-teki, ‘Kata-kata di atas berturut-turut merepresentasikan satu sampai sembilan’, artinya kata ‘sang’ di kotak di kolom pertama baris pertama merepresentasikan angka 1, dan seterusnya sampai sembilan kata. sang = 1, fil = 2, suf = 3, ba = 4, dan = 5, gar = 6, et = 7, sa = 8, tu = 9.
Angka-angka di kotak yang awalnya dianggap berurutan dari satu hingga sembilan, harus disusun sehingga menjadi susunan angka-angka kotak ajaib. Kotak ajaib yang kadang disebut juga dengan persegi ajaib, merupakan kotak-kotak dengan ukuran n kali n kotak dengan angka yang berbeda di tiap kotaknya, di mana jumlah angka-angka di setiap baris, kolom, dan diagonal memiliki jumlah yang sama. Jumlah yang sama tersebut disebut dengan ‘jumlah ajaib’ atau ‘konstanta ajaib’ dari persegi ajaib.
Pada susunan kotak ajaib dengan bilangan berurutan dan dimulai dari angka satu, konstanta ajaib yang dilambangkan dengan ‘M’ dapat dicari dengan memperhatikan jumlah sisi kotak. Rumus untuk mencari tetapan ajaib adalah: