Misteri Caraka

Sisca Wiryawan
Chapter #1

Bab 1 Si Hawuk


Sumber gambar: pixabay.com.


“Rani…Rani…”

         Rani celingukan mencari sumber suara yang memanggilnya dengan nada begitu lembut. Itu suara Mama. Apakah Mama sudah pulang dari tempat kerjanya? Tapi tak ada siapa pun. Kak Dimas masih belum pulang dari latihan karatenya. Ceu Engkus dan Ceu Nani pasti sedang sibuk menyiapkan makan malam di dapur. Rani pun kembali fokus menangkap Oey Young, anak kelincinya yang baru berusia 6 bulan. Kelinci tersebut memang sangat nakal dan sulit ditangkap. Gerakannya segesit ahli Kungfu Oey Young dalam Kisah Memanah Burung Rajawali.

         Lidah Rani mendecak gusar. Anak kelinci ini selalu saja bermain dalam tumpukan kayu yang terletak di sudut halaman rumah. Kelinci lincah tersebut sering mempermainkannya. Dengan posisi berbaring di hamparan rumput, ia berhasil menjepit punuknya. Tak ia pedulikan rontaannya yang liar.

Adzan Magrib sudah terdengar. Semburat senja yang kuning keemas-emasan mewarnai langit. Sudah saatnya Oey Young masuk ke dalam kandangnya. Dan Rani pun harus segera mandi sore agar Mama tak marah.

Dengan langkah tergesa-gesa, Rani menuju teras rumah. Tiba-tiba angin berhembus kencang hingga rambut sebahunya berkibar. Suara Mama pun kembali terdengar. Nada suaranya agak aneh. Lebih tinggi dari biasanya.

Walaupun suara tersebut persis suara mamanya, tapi Rani tak menjawabnya. Suara itu seperti desahan yang terbawa angin senja sehingga ia merasa tak yakin apakah sungguh Mama yang memanggilnya atau hanya khayalannya semata. Usianya memang baru menginjak 7 tahun, tapi ia mengetahui hantu dari film-film horor. Tepat ketika hendak melintasi teras rumah ketiga yang berada di area belakang, suara misterius itu kembali memanggilnya.

“Rani…Rani…”

         Seperti mengetahui keresahan hati Rani, Oey Young yang berada dalam dekapannya, menggeliat dan menendang-nendangkan kedua kaki belakangnya. Hidung imut anak kelinci berbulu putih dan cokelat Ovaltine tersebut bergerak-gerak cepat. Rani pun setengah berlari melintasi teras rumah dengan jantung berdetak kencang. Suara ganjil itu masih terdengar sayup-sayup.

“Ma, tadi ada suara mirip suara Mama yang memanggilku,” ujar Rani dengan mata membulat. Ia memeluk Bu Caraka yang baru saja pulang kerja. Bu Caraka bekerja sebagai agen properti.

“Jangan pernah kau jawab suara roh halus yang memanggilmu! Nanti kau jatuh sakit.” Bu Caraka mengernyit melihat kuku-kuku tangan anak perempuannya yang menghitam penuh tanah.

Rani mengangguk dengan serius. “Tak kujawab. Hantunya bodoh. Mama kan memanggilku dengan nama Ranran, bukan Rani.”

Lihat selengkapnya