Misteri Caraka

Sisca Wiryawan
Chapter #4

Bab 4 Sang Mas Tentara


Sumber gambar: pixabay.com.

“Kenalan dong!” Ujar seorang pemuda berwajah ala tentara dari balik loket tiket Gelanggang Olahraga (GOR) Pajajaran, Bogor. Giginya begitu putih bersih. Kontras dengan kulitnya yang gosong terbakar sinar mentari.

Rani menatap lurus wajah ramah tersebut. Rambut cepaknya dihiasi jambul kecil. Kemudian, ia bertanya dengan nada dingin, “Untuk apa?” Sebenarnya, ia tak bermaksud tak ramah, tapi Rani masih merasa trauma dengan pria setelah kisah cinta pertamanya kandas dengan tragis. Asep, mantan kekasihnya yang menyebalkan, telah sukses menorehkan rasa tak percaya pada pria. Sekarang pun pria tak tahu malu itu masih saja menerornya dengan menghadangnya di depan rumah, sekolah, atau pun taman perumahan tempat Rani biasa jogging.

Pria berusia sekitar 20 tahun itu tertawa kecil. Mata cokelat mudanya tetap bersinar hangat. “Galak amat. Belum sarapan, ya?”

“Sudah kok.”

“Makan apa?”

“Roti meses.”

“Ah, anak orang kaya memang beda, ya. Makannya roti seperti bangsa Eropa.”

“Gak juga kali. Memangnya kau sarapan apa?”

“Mengapa?”

“Mengapa apa?”

“Mengapa kau ingin tahu aku makan apa?”

“Ya, sudah. Jika kau tak ingin memberi tahu. Mana tiketku? Pertandingan bola basket sudah hampir dimulai. Nanti aku tak kebagian tempat duduk,” ujar Rani sembari cemberut. Pria ini tampaknya hanya ingin mempermainkan dirinya.

Pemuda itu terkekeh. “Cepat ngambek, ya? Tipe manja. Tapi aku suka.” Ia pun menyodorkan selembar tiket yang segera disambar Rani. Tapi pria itu masih juga menahan tiketnya sehingga tangan mereka pun saling bersentuhan. “Asal kau tahu. Tadi pagi aku makan singkong rebus. Dan jika kau jadi kekasihku, aku ingin kau menyuapiku.”

Wajah Rani pun semerah kepiting rebus. Ia menatap pria aneh itu dengan mata terbelalak. Kemudian, ia segera melarikan diri menuju gedung GOR yang bergemuruh oleh penonton. Dari kejauhan, teman-teman sekelasnya melambai dengan heboh.

“Rani, penjaga loket itu kenalanmu?” Tanya Linda, salah satu teman sekelas Rani.

“Bukan. Aku tak mengenalnya.”

“Tapi aku lihat kalian bicara cukup lama. Kau diganggu tentara itu, ya?” Tanya Linda dengan cemas.

“Memangnya dia sungguh tentara?”

 Linda menganggukkan kepala. “Tadi juga ada temannya yang berseragam tentara. Mereka berdua membantu jaga loket. Ia menggodamu? Hati-hati lho.”

         Rani memaksakan diri tertawa. “Ih, apaan sih? Biasa saja. Dia cuma menanyakan grup basket sekolah kita. Yuk, kit acari tempat duduk.”

         Linda menatap curiga kawannya. Rani selalu begitu. Tak mau berbagi rahasia. Padahal Linda selalu siap berbagi rahasia. Rasanya, seperti arus listrik DC yang searah jika berkawan dengan Rani yang bibirnya terkatup rapat seperti tiram.

***

Lihat selengkapnya