Misteri Caraka

Sisca Wiryawan
Chapter #5

Bab 5 Selamat Tinggal, Hamid


Sumber gambar: pixabay.com.


“Hamid, mau tidak membantuku?”

“Membantu apa?” Ujar Hamid sembari mencabut sangkur yang ia sembunyikan di dalam sepatu botnya. Ia menyimpan senjata tersebut ke dalam tas ranselnya. Selesai dinas lapangan, ia langsung menuju rumah Rani hingga belum sempat mengganti seragam militernya. Rani sudah terbiasa dengan Hamid yang selalu membawa senjata ke mana pun ia pergi. Senapan laras panjang, sangkur, atau pun belati.

“Berpura-puralah menjadi pacarku sehingga mantanku tak mengganggu lagi. Aku malu Asep terus-menerus menunggu dan menghadangku di depan gerbang sekolah.”

“Jangankan berpura-pura, menjadi pacar sungguhan juga aku mau.”

Rani terdiam. “Kita kan baru saling kenal.”

“Lalu, apa masalahnya? Sepertinya, kau tak menyukaiku karena warna kulitku yang hitam gosong, ya? Apa aku harus memakai krim wajah, ya?”

Tak tahan mendengar nada suara Hamid yang serius, Rani pun tertawa berderai. “Kau ini lucu sekali. Aku tidak masalah dengan warna kulitmu. Lagipula kulitmu sawo matang, bukan hitam. Kau manis kok dengan dirimu sendiri.”

“Kau tak mau menerima cintaku karena masih ragu aku melarat?”

“Bukan begitu.”

“Lalu?”

“Beri aku waktu.”

Hamid mendesah. “Selalu seperti itu. Kau selalu mengelak.” Ia pun menangkup wajah Rani. Matanya berbinar mesra. Kemudian, ia mengulum bibir Rani hingga mereka berdua kehabisan napas.

Rani merasa ciuman itu begitu lama berakhir hingga dunianya terasa berputar-putar. Ia merasa otaknya berhenti bekerja. Macet karena sebuah ciuman panjang!

“Mengapa kau menciumku?” Bisik Rani. Pipinya semerah stroberi matang hingga membuat tangan Hamid gemas untuk menjawilnya.

“Karena kau menggodaku. Bibirmu yang manis, mengundangku,” ujar Hamid dengan suara separau burung gagak. Ia sulit mengendalikan dirinya jika bertemu Rani. Sebesar itulah pengaruh diri seorang gadis yang melankolis ini pada dirinya yang sebenarnya dingin. Ia pun kembali mencium Rani hingga gadis itu mendesah. Lalu, ia memeluknya kuat-kuat. Apa lagi caranya untuk meyakinkan gadis keras kepala ini bahwa dirinyalah yang merupakan soulmate, bukan Asep atau pria sialan mana pun. Peduli setan dengan mereka. Rani hanya miliknya.

Aroma tubuh Hamid menguar. Bau nikotin bercampur keringat. Rani mendesah ketika Hamid mendekapnya erat-erat sembari membisikkan rayuan gombal. “Kau mau tidak jadi istriku? Tapi istri tentara harus siap hidup susah. Gak kuat aku membiayai gaya hidupmu yang sekarang.”

“Gaya hidup apa? Biasa saja.”

Lihat selengkapnya