Misteri Caraka

Sisca Wiryawan
Chapter #6

Bab 6 Ada Apa dengan Almarhum Dimas?


Sumber gambar: pixabay.com.


Ceu Engkus merasa bulu kuduknya berdiri. Perasaan mencekam itu selalu hadir jika ia berada sendirian untuk membersihkan debu di ruang tidur Almarhum Dimas, kakaknya Rani. Mana ruang tidur Almarhum terletak di rumah kedua yang selalu kosong melompong. Rumah kedua ini hanya digunakan untuk menerima tamu, bukan dihuni.

“Duh, Ibu! Padahal Almarhum sudah tiada. Masa ruang tidurnya yang tidak ditempati, harus dibersihkan setiap hari. Nambah pekerjaanku yang banyak saja. Mana merinding terus,” gerutu Engkus sembari memukul selimut kuat-kuat dengan sapu lidi.

Ketika Ceu Engkus mendongakkan kepala. Ia melihat sesuatu yang terayun-ayun di luar jendela kecil yang letaknya tinggi dekat dengan langit-langit ruang tidur.

“Apaan sih itu? Masa ada orang yang duduk di luar jendela? Jangan-jangan pencuri,” ujar Ceu Engkus dalam hati. Ia pun naik ke atas kursi sembari memegang tongkat pelnya erat-erat. Siap menyerang jika benar itu pencuri.

“AAARGH!” Jerit Ceu Engkus. Tubuhnya pun jatuh berdebam ke lantai. Tongkat pel jatuh berkelontangan.

“Ada apa, Ceu Engkus?” Tanya Bu Caraka yang tergopoh-gopoh masuk ke dalam ruang tidur Almarhum Dimas. “Mengapa sampai jatuh begitu?”

“Anu, Bu…Anu…”

“Anu apa?”

“Aa Dimas hidup kembali,” bisik Ceu Engkus dengan suara parau.

Wajah Bu Caraka langsung berubah pias. “Ngaco! Dimas sudah meninggal dunia dan dimakamkan tujuh tahun yang lalu. Kau hanya berhalusinasi.”

Ceu Engkus mendeham seolah-olah ada katak yang menyangkut di kerongkongannya. “Benar, Bu. Tak salah lagi. Itu Aa Dimas. Saya melihatnya duduk tepat di luar jendela itu,” lapor Ceu Engkus sembari menunjuk ke jendela kecil yang dimaksud.

“Aduh, Ceu Engkus. Mana mungkin ada manusia yang bisa duduk di luar jendela kecil itu. Tak ada balkon. Lagipula ketinggiannya saja 5 meter. Kau pasti salah melihat.”

“Tapi…”

“Ayo minum teh manis panas bersamaku. Tenangkan pikiranmu,”

“Bu, itu benar Aa Dimas. Jangan-jangan Aa Dimas tak tenang di alam sana. Tadi ia tersenyum manis pada saya. Ia juga memakai pakaian favoritnya. T-shirt putih Gun’s n Roses dan celana pendek denim.”

         Bu Caraka berdecak kesal. “Ah, itu hanya dejavu.”

         “Dejavu? Bukan, Bu. Itu Mas Dimas.”

Lihat selengkapnya