Sumber gambar: pixabay.com.
Kikikikik!
Suara siapa? Cekikikan itu seperti suara bocah laki-laki. Tapi tak ada anak laki-laki di rumah ini. Apakah Rani masih mengembara dalam alam mimpi?
KIKIKIKIK!
KIKIKIKIK!
KIKIKIKIK!
Suara cekikikan itu malah semakin lantang terdengar. Rani pun membuka kedua matanya yang sangat berat karena kantuk. Ia pun memutuskan untuk mengintip. Khawatirnya, ada pencuri. Sepertinya suara itu berasal dari ruang garasi yang berada di sebelah ruang perpustakaan mini.
Lampu ruang garasi tampak berkedap-kedip bagaikan lampu disko. Rani pun tercengang. Bulu kuduknya merinding. Si tuyul sedang asyik memainkan helm in-line skate. Helm merah itu melayang udara dan berputar-putar menggasing. Kemudian, si tuyul menampakkan diri dengan helm di atas kepalanya. Ia tersenyum ceria pada Rani. CHEERS!
Sejak kejadian helm terbang tersebut, tuyul menganggap dirinya ialah bagian keluarga Caraka. Ia sering muncul di sudut-sudut rumah kesatu dan kedua sembari nyengir. Ia juga senang duduk di atas atap mobil atau motor yang disimpan di garasi. Sepertinya, ia sesosok tuyul yang sering dikirim oleh majikannya untuk mencuri di rumah keluarga Caraka, tapi entah mengapa ia membelot karena lebih betah tinggal bersama keluarga tersebut. Halaman rumah keluarga Caraka memang cukup luas dengan pohon-pohon buah yang rindang sehingga merupakan arena bermain yang sempurna bagi para hantu. Welcome to the Jungle! Selain itu, keluarga Caraka menerapkan sistem tak mau diganggu hantu dan tak mau mengganggu hantu.
Tuyul yang Rani lihat tidaklah seimut Casper, tapi juga tidak seseram mitos yang beredar. Berbeda dengan mitos yang menyatakan tuyul itu pendek, tuyul yang satu ini bertubuh tinggi kurus alias cingkrang khas remaja tanggung, yaitu pertumbuhan ke atas, dan bukan ke samping. Wajahnya khas anak kecil yang polos dengan kulit pucat kebiru-biruan. Kepalanya plontos. Ia juga memiliki gigi taring yang tipis, runcing, dan panjang.
Sejak dulu Pak Caraka pikun. Memang orang pemarah biasanya pikun. Ia sering mengeluh kehilangan uang, mulai dari puluhan ribu hingga ratusan ribu. Bahkan, ia pernah kehilangan seluruh gajinya yang terletak dalam amplop cokelat. Tentu saja interogasi yang dilakukan Pak Caraka terhadap istri dan anak perempuannya, sangat tak menyenangkan. Keduanya berdiri berjajar seperti prajurit yang menunggu hukuman dari komandan. Pak Caraka tak segan menuduh anggota keluarganya sendiri. Untunglah, ia tak berani menuduh asisten rumah tangga karena tak ada bukti.
“Kalian berdua bersekongkol untuk mencuri uangku, ya? Kulihat Mama baru membeli mesin cuci baru. Tas sekolah Rani juga baru. Jawab!” desak Pak Caraka. Wajahnya merah padam.
“Papa ini bagaimana? Masa menuduh keluarga sendiri sebagai pencuri. Mama kan punya penghasilan sendiri. Malah penghasilan Mama jauh lebih besar dibandingkan Papa.”
“Sombong ya kau sekarang? Lupa kacang pada kulitnya. Tak ingat kau berasal dari keluarga kere?” hina Pak Caraka sembari menampar pipi kanan Bu Caraka. Warna merah menyebar di pipi Bu Caraka.