Misteri Caraka

Sisca Wiryawan
Chapter #8

Bab 8 Cama Cami


Sumber gambar: pixabay.com.


“Waduh. Masa kita harus memakai celana panjang selebar ini?” tanya seorang gadis sebaya Rani. Rambutnya lurus model Cleopatra.


“Bu, apa enggak salah ukuran? Ukurannya raksasa banget. Gimana kalau merosot? Mana kita akan baris-berbaris dengan memakai seragam LDK (Latihan Dasar Kepemimpinan ini),” ujar seorang gadis yang gemuk. Suaranya yang tegas, mempesona Rani. Ia sendiri tak akan berani mengkritik petugas Tata Usaha yang tampak sangar itu.


Sembari membetulkan kacamata model pilot-nya yang melorot hingga ke pangkal hidung, petugas TU tersebut berkata cuek, “Nanti pakai saja ikat pinggang.”


“Aduh, Ibu. Aku kan tak punya ikat pinggang.”


“Jangan manja! Bisa pakai tali rafia atau tali sepatu,” tegas petugas TU tersebut. Bibirnya mengerucut tak suka. Ia tampak sangat lelah menghadapi serbuan antrian para cama dan cami yang menuntut 1 juta perhatiannya. Jika ia bisa memilih, tentu sudah disihirnya para cama-cami ini menjadi mencit putih dan direbus dalam sebuah kuali besar yang berisi air menggolak.


"Bu, sepatu botku ukuran kaki gajah. Kakiku kan seimut kaki Princess. Boleh tukar ya, Bu?” jerit seorang cami dengan suara centil.


Sang petugas TU memberengut. “Tak bisa tukar. Tak ada ukuran kecil. Sumpal saja dengan kapas. Atau pakai rangkap kaus kaki yang tebal.”


“BUHUUU!”


“Kok bisa ukurannya raksasa semua?”


“Gimana kalau sepatunya loncat saat berbaris besok?”


“Aduh. Kausku longgar sekali seperti daster.”


“HUAHAHAHA! Kau cocok sekali pakai kaus longgar itu. Persis Emak-ku.”


Celotehan cama-cami itu seperti Kerajaan tawon hingga kepala Rani pusing tujuh keliling. Ia mendekap erat baju seragam mapramnya. Dari sini, ia masih harus berjuang mengantri untuk memperoleh jas almamaternya. Ia pasrah mendapat sodokan sikutan dari cama-cami yang level kesabarannya nol besar.


“Ih, warna jas almamaternya tentara banget. Persis warna daun.”


“Bagus kan buat nyamar di belantara.”


Lihat selengkapnya