Misteri Caraka

Sisca Wiryawan
Chapter #11

Bab 11 Pulang ke Rumah


Sumber gambar: pixabay.com.


“HEY, ASINAN! JANGAN BENGONG TERUS! MAJU KE DEPAN. KERJAKAN PERSAMAAN SENYAWA ITU,” perintah Bu Berlian yang walaupun uzur, tapi semangatnya tak pernah luntur untuk menjejalkan segala macam persamaan zat kimia ke otak bebal para mahasiswa/i.

         Rani tersenyum kecut. Ia sudah biasa dipanggil asinan akibat diketahui berasal dari Kota Bogor yang memang terkenal dengan asinannya.

         Dengan pandangan seawas elang, Bu Berlian memperhatikan persamaan ruwet yang dibuat mahasiswinya yang berpenampilan sekuno dirinya dengan kemeja berkerah renda dan rok payung. “AH, ASINAN INI PUNYA OTAK JUGA. BENAR JAWABANNYA! KAU JANGAN PANDAI SENDIRI, YA? AJARKAN JUGA KE TEMAN-TEMANMU. SAYANG SEKALI KEMAMPUANMU INI. SEHARUSNYA, KAU MASUK KIMIA MURNI SEPERTIKU.”

         Rani pun menarik napas lega dan kembali duduk manis di spot favoritnya, yaitu kursi depan. Kelas Bu Berlian memang selalu saja membuat sport jantung. Walaupun demikian, Bu Berlian ini baik hati walaupun mulutnya setajam silet. Hari ini istimewa karena merupakan hari terakhir semester ke-4 hingga para mahasiswa/i tetap riang.

***

Liburan telah tiba! Tahun lalu Rani tak bisa pulang ke rumah karena harus mengambil semester pendek akibat mengulang dua mata kuliah, yaitu Kimia Organik dan Matematika Teknik. Dengan senang hati tahun ini Rani kembali ke rumahnya yang nyaman. Memang di rumah ada monster yang bernama Papa. Tapi selama Rani bersikap penurut, semua akan baik-baik saja. Semoga!

         “Ah, nyamannya tidur di rumah sendiri,” gumam Rani sembari bergelung semalas kucing di ruang tidur ibunya. Tanpa sengaja matanya memandang meja rias kayu antik yang penuh dengan ukiran bunga mawar. Perasaan merinding tiba-tiba menghantui dirinya. Kilasan kenangan terbersit di pikirannya. Saat itu Rani baru berusia 5 tahun.

         Rani terbelalak menatap kepala tengkorak yang berada di atas meja rias Bu Caraka. Ia menutup mulutnya yang terbuka dengan kedua belah tangannya yang mungil. Eh, mengapa lubang mulut kepala tengkorak tersebut ikut bergerak-gerak seolah-olah tertawa? Kepala tengkorak tersebut melayang dan berputar-putar di udara. Kemudian, kepala tengkorak tersebut lenyap begitu saja dalam beberapa detik.

         “Ma, kok a…ada ke…kepala tengkorak di kamar Mama? Apa ada makam di bawah rumah ini yang sedang digali?” Tanya Rani ketakutan. Napasnya pun masih tersengal-sengal karena tadi ia lari sekuat tenaga keluar dari ruang tidur ibunya.

         “Tidak ada tengkorak. Sudah Mama peringatkan kamu berulang kali. Jangan suka membicarakan hal yang ganjil! Nanti Papa marah. Kamar Mama memang bekas makam. Tapi, seluruh tulang dan gulu-gulu sudah didoakan dan dipindahkan sebelum rumah ini dibangun.”

         “Tapi, Ma. Aku benar-benar melihatnya. Itu kepala tengkorak. Tadi kepala tengkoraknya terbang persis adegan terbang kepala tengkorak di film Kungfu Pendekar Pemanah Rajawali. Mama ingat, kan? Tokoh perempuan tunanetra seram yang pandai menerbangkan kepala-kepala tengkorak?”

         “Ranran…” Desis Mama memperingatkan. “Kebanyakan mengkhayal.”

Lihat selengkapnya