Sumber gambar: pixabay.com.
“Hamid, bagaimana kau bisa ada di sini? Kau bisa tahu alamat kostanku?” tanya Rani heran. Ia sungguh terkejut ketika melihat Hamid berada tepat di depan pintu kostannya.
“Rani, ada mas-mas tentara ganteng siapa itu?” teriak Danar sembari mengintip dari balik pagar teras lantai dua.
“Rani, cintaku…” timpal Amar.
Terdengar siulan dan dehaman dari teman-teman kuliah Rani yang kebetulan sedang main di kamar kost Vira, teman sekelas Rani yang ngekost di lantai dua. Tapi Rani tak mempedulikan teman-temannya yang usil itu. Ia fokus pada pria setinggi 170 cm di hadapannya itu.
Hamid tertawa kecil memamerkan deretan gigi putihnya yang berbentuk kotak sempurna seperti permen Chicklet. “Siapa lagi kalau bukan Mamamu. Minggu lalu aku mengunjungi Mamamu. Ia memberitahuku jika kau sekarang kuliah dan ngekost. Kau tak mau membiarkanmu masuk?”
Rani yang masih sulit mempercayai kenyataan di hadapannya, pun tersadar. Ia membentangkan pintunya lebar-lebar. Tanpa membuka sepatu botnya, pria berpangkat Letnan Satu itu pun masuk dan duduk manis di kursi dekat meja belajar.
“Ran, bagaimana kabarmu?” tanya Hamid dengan mata berbinar. Ia tampak sangat bahagia bertemu lagi dengan Rani.
“Biasa saja.”
“Biasa bagaimana? Aku turut bahagia kau melanjutkan studi. Kudengar pertunanganmu dengan Dani sudah putus. Mengapa?”
“Yah, aku kurang cocok dengan karakternya yang pemarah dan cemburuan. Ia tak mengizinkanku melanjutkan studi. Jadi, untuk apa kupertahankan hubungan dengannya?”
Hamid mengangguk. “Aku mengerti perasaanmu. Ia tak pantas mendapatkanmu.”
Rani mendeham. “Lalu, bagaimana dengan dirimu? Aku pernah menyusul ke asramamu. Katanya, kau sudah menikah dan tidak tinggal di asrama lagi.”
“Ya, aku menikah dengan gadis pilihan ibuku.”
“Selamat ya untuk pernikahanmu.”
Suasana canggung pun menyelimuti sepasang mantan kekasih tersebut. Rani tertunduk sehingga Hamid tak bisa membaca perasaan galau yang berkecamuk di matanya.
“Ran?”
“Ya?”
Hamid mendesah. Ia meraih Rani ke dalam pelukannya. “Aku menyesal. Seharusnya, aku bersabar dan meraihmu. Karena kecewa pada pertunanganmu, aku malah menikahi Desi. Kami sudah memiliki 1 bayi laki-laki.”
“Kau memelukku seperti ini. Nanti istrimu marah padaku.”
“Aku menyesal menikahi Desi. Kami tak cocok.”