Sumber gambar: pixabay.com.
“Rani, kau jangan egois!” Tukas Sinta dengan garang.
“Maksudmu?” Tanya Rani. Hatinya menciut melihat ekspresi berang rekan penelitiannya.
“Kau hanya memperhatikan kemajuan rancangan pabrikmu dengan Ida. Tapi menelantarkan penelitian kita. Kau tak mempedulikan diriku yang pusing. Tugas penelitian sama pentingnya dengan rancangan pabrik.”
“Aku sama sekali tak bermaksud seperti itu,” ucap Rani.
“Sudahlah! Kau tak pernah mengerti,” ujar Sinta sembari membalikkan tubuhnya.
Sepeninggalnya Sinta, Rani pun menangis di ruang kelas yang kosong melompong itu. Ia sama sekali tak bermaksud menelantarkan penelitiannya mengenai tanah liat. Tapi, masalahnya memang rancangan pabrik sangat menyita perhatian. Ya, ia mengakui dirinya salah. Ia tak pandai membagi tempo. Wajar saja Sinta marah dan panik karena mereka berdua memang menargetkan laporan penelitian harus sudah selesai bulan depan.
***
“Pak Rafi belum datang juga, Bu?” Tanya Rani pada seorang staff administrasi di Balai Keramik. Perempuan setengah baya tersebut menatap Rani dan Sinta dengan ekspresi sedatar tembok. Tumpukan file memenuhi meja kerjanya.
“Beliau tak datang hari ini.”
“Hari apa kami bisa menemuinya? Kami perlu sekali tandatangan beliau untuk syarat kelulusan,” ujar Sinta, rekan penelitian Rani. Mereka berdua sudah ditagih terus tandatangan Pak Rafi oleh Pak Indra, staf administrasi jurusan.
“Mungkin besok Pak Rafi ada,” ucap Bu Andin sembari mengangkat bahu tak peduli. Kedua matanya kembali sibuk menscan dokumen setebal 100 halaman. Ia tak terlampau menaruh perhatian pada nasib kedua mahasiswi malang di hadapannya ini. Tak ditambah mengurusi kedua mahasiswi ini pun, dirinya sudah pusing membuat laporan kinerja staff Balai Keramik. Sudah deadline lusa!
Ketika Rani dan Sinta hendak meninggalkan instansi tersebut, tiba-tiba mereka berdua dipanggil untuk menghadap Pak Omar, sang kepala instansi yang juga merupakan dosen mata kuliah khusus mereka, yaitu Pengantar Ilmu Bahan Keramik.
“Duduk! Bapak ingin bertanya serius pada kalian. Apakah kalian dimintai uang oleh Pak Rafi? Apakah ia menghambat penelitian kalian?”