Sumber gambar: pixabay.com.
“Ma, merasa tidak rumah ini aneh?” Tanya Rani sembari mengedarkan pandangannya ke sekeliling rumah.
Bu Caraka mengerutkan kening. “Aneh bagaimana? Rumah tua ini biasa saja.”
“Seram banget. Kemarin malam saja aku hampir kerasukan.”
"Rani, kau tak boleh terlalu larut dalam dunia mistis. Banyaklah berdoa agar kau tak diganggu oleh makhluk mistis.”
“Ah, Mama. Aku berdoa kok.”
“Tapi doanya singkat sekali.”
Rani pun menyeringai. “Yang penting niatnya, bukan durasinya.”
“Bisa saja kamu,” ujar Bu Caraka gemas. Jemarinya pun mengacak-acak rambut anak gadisnya. “Tak biasanya kau berani mendebat Mama. Sudah berani bertingkah, ya?”
“Ih, Mama. Rambutku jadi berantakan,” keluh Rani. Tiba-tiba matanya menangkap sosok anak kecil laki-laki yang mengintip mereka berdua dari balik dinding. Anak itu terkekeh-kekeh memperlihatkan gigi-giginya yang runcing dan mungil.
“Ma, apakah Mama percaya jika kukatakan di rumah ini ada tuyul?”
“Memangnya kau melihat tuyul? Mungkin hanya halusinasimu saja,”
“Jadi, Mama tak percaya? Aku tak suka berada di rumah menyeramkan ini.” Mata Rani terpaku pada dinding di hadapannya. Tapi tuyul tersebut sudah melenyapkan diri. “Benar juga. Masa sih masih ada yang memelihara tuyul? Jika memang benar ada tuyul di rumah ini, aku pasti sudah menang iphone mahal. Aku kan penghuni baru di rumah ini, sudah selayaknya diberi hadiah penyambutan.”
“HUSH! Jangan suka bicara sembarangan! Pamali,” ujar Bu Caraka sembari mengernyitkan kening tanda tak setuju. Ia pun menepuk pelan tangan kanan Rani untuk memperingatkannya.
“Aku hanya bercanda. Mama serius sekali…”
“Bagaimana jika kalimatmu menjadi kenyataan?”
“Aku hanya penasaran apakah tuyul yang kulihat itu benar ada? Aku hanya ingin membukti…”