Sumber gambar: pixabay.com.
“Bunuh…bunuh…bunuh…bunuhbunuhbunuh….”
Rani mengerutkan kening. Suara parau siapa itu di tengah malam seperti ini? Mirip suara Pak Caraka, tapi nadanya melengking ganjil. Ia pun meletakkan komik Conan yang sedang dibacanya.
“Mati…matimatimatimati….MATI…MATIMATIMATI…”
Rani berjingkat-jingkat mendekati sumber suara tersebut. Dari pintu ruang tidur yang setengah terbuka, tampak Pak Caraka yang sudah menginjak usia 60 tahun. Wajahnya yang sepucat kertas tampak begitu renta. Ia sedang duduk merenung di tepi tempat tidurnya. Kepalanya menunduk. Bibirnya terus berkomat-kamit menyebutkan kata “mati.”
Tanpa sengaja pandangan Rani dan Pak Caraka bersirobok. Pupil mata Pak Caraka bergerak-gerak liar. Senyumnya tampak begitu mengerikan. Kekehan pelan terlontar dari bibir yang keriput tersebut. Semburan tawa Pak Caraka semakin lama semakin keras.
Rani pun membalikkan tubuh. Ia berlari menuju ruang tidurnya di dekat ruang tamu. Sekujur tubuhnya berkeringat dingin. Gila! Pak Caraka sudah gila!
Alangkah terkejutnya Rani ketika ia melihat pintu depan terbuka lebar. Ia menggosok kedua pelupuk matanya. Bahkan, ia mengerjap-ngerjapkan kedua matanya. Tapi, pemandangan yang terhampar di depannya tak berubah. Apakah ia berhalusinasi?
Pak Caraka tampak sedang berdiri mematung di pintu pagar yang terbuka lebar. Rani hanya bisa melihat punggungnya. Sementara kekehan pelan di ruang tidur Pak Caraka masih terdengar. Jantung Rani berdebar kencang. Masa Pak Caraka ada 2 orang? Yang mana yang asli?
“Baru datang, ya? Ayo masuk,” ujar Pak Caraka yang berada di depan pagar rumah pada kelamnya malam. Suaranya terdengar begitu antusias. Tak ada wujud manusia di luar pagar. Lalu, Pak Caraka sedang berbicara dengan siapa? Dan mana Pak Caraka yang asli?
Rani bergidik. Ia pun segera masuk ke ruang tidurnya. Tampak Bu Caraka sedang terlelap. Tak tega Rani membangunkan ibunya. Padahal Rani ingin memberitahu kengerian yang terjadi. Ia segera naik ke dalam tempat tidur.
GREEENG! KLIK!
Terdengar bunyi geseran pintu pagar besi tua. Lalu, bunyi pintu depan rumah yang ditutup. Bunyi langkah-langkah kaki yang agak terseret khas Pak Caraka terdengar mendekat. Kemudian, hening tepat di depan pintu ruang tidur Rani. Jantung Rani seakan berhenti ketika kenop pintu ruang tidurnya bergerak-gerak liar.